Ubud Jadi Panggung Cerita Rakyat Palestina: Sejarah yang Tak Terlupakan

BALI by ditphat.net – Pada hari Sabtu, 28 September 2024, diadakan perayaan budaya dan warisan Palestina yang termasuk dalam Palestina atau Hari Palestina berlangsung di Museum Istana Seni Ubud Bali. Disponsori oleh Keluarga Kerajaan Ubud, acara ini merayakan bangsa dan tanah air melalui seni, musik, dan budaya.

Acara nirlaba ini bertujuan untuk mempromosikan perdamaian dan keberagaman. dan menyoroti kekuatan dan kreativitas rakyat Palestina.

Zuhair Al-Shun, Duta Besar Palestina untuk Indonesia, yang menghadiri Puri Tiqus di Ubud, mengatakan festival tersebut dapat menjelaskan bagaimana pandangan masyarakat Palestina tentang kemerdekaan dan perdamaian.

Zuhair Al Shun berkata: Bali adalah kota yang menarik banyak orang, Anda bisa melihat berbagai macam orang datang ke sini untuk merayakannya. Ini sangat penting.

Zuhair menambahkan bahwa budaya Palestina memiliki pesan budaya, cerita rakyat, dan informasi yang kuat tentang negaranya. 

“Negara Palestina tumbuh di negara yang damai, tidak saling membunuh,” kata Zuhair al-Shun. “Tetapi sayangnya situasi saat ini sangat sulit karena adanya invasi dan pendudukan.”

Keadaan ini juga tercermin pada simbol Palestina Ubud di Pulau Bali. Di Kandy Bentar, dekat pintu masuk area festival, irisan semangka tersedia untuk dinikmati semua orang.

Semangka merupakan simbol kuat perlawanan rakyat Palestina terhadap kekerasan. Dari potongan semangka tersebut, Anda akan melihat tiga warna bendera Palestina: merah, putih, dan hijau.

Gambar lain yang terpampang di kawasan Vantilan Puri Tikus, memperlihatkan sepasang suami istri bersama anak-anak sedang memegang potongan semangka.

Penglingshire Puri Ubud Tjokorda Oka Arta Ardana Sukawati mengatakan kawasan Ubud merupakan pusat perubahan dan desa budaya penyembuhan.

Selama festival berlangsung, Puri mengunjungi komunitas Palestina di Ubud Bali untuk menampilkan minat budaya dan seni mereka.

Palestina memberikan dampak yang signifikan terhadap warga Palestina yang menghadapi kondisi yang memprihatinkan.

Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati atau Cok Ace berkata: “Kami berdoa agar Ubud memberikan ketenangan kepada (rakyat) Palestina dalam menjalani kehidupan sehari-hari.”

Selaku penyelenggara acara, Tariq Ansari dari Human Collective mengatakan bahwa seni merupakan salah satu cara untuk merespon situasi Palestina. 

Melalui kelompok-kelompok kecil di Bali, mereka ingin berkontribusi membantu masyarakat dan kemanusiaan dengan cara yang damai.

“Apa yang terjadi di Palestina menjadi kenyataan yang semakin berkembang di dunia, tidak ada solusi, sungguh keserakahan, narsisme, kekuasaan. “Sepertinya hal itu sedang terjadi di dunia.” Tariq berkata:

“Jadi kami bertanya, apa yang bisa kami lakukan, apa yang bisa kami lakukan sebagai kolektif kecil di Bali,” tambahnya.

Tariq mengaku tak ingin menyentuh politik. Melalui Festival Budaya Palestina di Ubud menegaskan bahwa komunitas Palestina ada dan nyata.

“Mereka punya budaya yang nyata, mereka ada di sini, hormati itu,” ujarnya. Hargai orang-orang ini dan budaya ini. Ini adalah misi festival.

Palestine Festival dikemas dengan acara artistik seperti pemutaran film dokumenter inspiratif tentang Palestina seperti Gaza Surf Club (2016), Bye Bye Tiberias (2023) dan Farah (2015). 

Film-film yang diputar menawarkan pandangan positif dan penuh semangat terhadap kehidupan Palestina. 

By ditphat

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *