Mangarai Timur, ditphat.net – Pendidikan hendaknya menyediakan lingkungan sekolah yang nyaman agar pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Kewajiban negara untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan yang memadai untuk meningkatkan mutu pendidikan sebagaimana diamanatkan undang-undang sesuai Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945.
Namun belakangan ini, oknum sekolah yang mirip kandang ternak terus bermunculan. Gedung Sekolah Dasar (SDN) Negeri Reveng, Desa Rana Gupang, Kecamatan Elar, Mangarai Timur paling meresahkan. Kegiatan belajar mengajar dilakukan di ruang kelas pada bangunan berpilar tanpa dinding.
Dibangun 19 tahun lalu, sekolah ini hanya berupa bangunan semi permanen. Struktur atap dan dindingnya terbuat dari bambu. Lantainya dari tanah liat dari dulu sampai sekarang. Akibat lapuk, bambu yang tadinya dijadikan tembok dua lapis kini sudah tidak utuh lagi. Paku Beiruti yang digunakan untuk menutup penutupnya menjadi hitam karena sudah berkarat.
Dinding 6 ruang kelas dibangun. Terdapat ruang kelas yang tidak memiliki dinding sama sekali sehingga kegiatan belajar mengajar di dalam kelas terlihat jelas dari luar. Angin kencang selalu menyebarkan debu di dalam kamar, dengan debu di seluruh lantai dari kelas 1 sampai 6. Guru yang sedang mengajar dan anak yang menerima pelajaran hendaknya menutup mulut dan hidungnya agar tidak menghirup debu.
Jika hujan, siswa segera menutup meja dan kursinya untuk berlindung di pembatas antar kelas. Anak-anak di sekolah ini tidak selalu memakai sepatu. Kenakan lebih banyak sandal jepit dalam seminggu. Ada banyak orang yang merasa nyaman bertelanjang kaki.
Sungguh miris, karena baru diresmikan pada 21 September 2005, SDN Reveng yang berada di bawah naungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan seakan terlupakan. Tak berlebihan jika sekolah ini disamakan dengan kandang hewan. Ricky!
Rana Gopang Guru dan anak-anak tidak boleh terjebak dalam keterbatasan. Anak-anak ini harusnya tetap bersekolah sebagai generasi bangsa.
Sekolah ini menampung 42 siswa yang terdiri dari 19 siswa laki-laki dan 23 siswa perempuan. Para siswa ini dibimbing oleh 6 orang guru yang profesional di bidangnya. SDN Reveng diakui berdasarkan Surat Pengakuan No. 73/SK/BAP-S/M NTT/XI/2014 tanggal 5 November 2014.
Kepala SDN Reweng saat ini adalah Oktovianus Edi Kurniawan dan administrator sekolah adalah Falensius Jehamat. Ia mengatakan, ada kondisi yang tidak pantas di ruang guru. Ruang guru juga sangat mengganggu, kata Falls kepada ditphat.net, Senin 18 November 2024.
Parahnya, KBM terjadi saat musim hujan sehingga kegiatan belajar mengajar (KBM) kerap terdampak akibat atap sekolah yang bocor. Yang lebih disayangkan lagi, saat musim hujan ada lubang seng, air hujan mengalir melalui lubang tersebut sehingga kegiatan belajar mengajar terhenti, jelasnya.
Fallon berharap pemberitaan media yang menyoroti kondisi sekolah dapat membuka mata pemerintah. “SDN ini didirikan atas permintaan komunitas Reveng agar anak-anaknya bisa bersekolah di lokasi yang nyaman. Di tempat lain, membangun banyak gedung dengan segala fasilitas di dalamnya. “Kami di SDN Reveng merasa diabaikan,” kata Fallon.
Tidak ada perpustakaan
SDN Reweng belum memiliki perpustakaan sekolah. Buku bacaan siswa disimpan di atas meja. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa sekolah kami bahkan tidak memiliki ruang perpustakaan untuk siswa membaca buku.
Melakukan kegiatan belajar mengajar di ruang kelas yang roboh temboknya tentu sudah bukan lagi hal yang lumrah dalam dunia pendidikan modern, namun suka atau tidak suka, sekolah tetap berjalan. “Walaupun kondisi bangunannya jelek, kami tetap melakukan kegiatan pembelajaran untuk mencerdaskan anak bangsa. Mendikbud mohon bantuannya. Guru dan anak-anak kami membutuhkan bangunan yang bagus,” kata Valentines.
Laporan: Joe Shore (tvOne)