ditphat.net – Skema Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA) terus menjadi perdebatan pada pekan lalu. Kritik berbeda dari semua sisi. Salah satunya dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Hasto Kristianto, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), mengatakan perdebatan tentang tabungan perumahan rakyat (tapera) merupakan bentuk penindasan baru. Dia mengatakan rekaman itu tidak diwajibkan oleh hukum.

“Undang-undang bilang tidak boleh wajib. Kalau sudah wajib, itu bentuk penindasan baru,” ujarnya, Senin, 3 Juni 2024.

Hustot menilai kekejaman seperti itu tidak boleh dilakukan. Oleh karena itu, harus ada ruang untuk kritik kebijakan melalui perdebatan. Misalnya, Civitas Akademika Universitas Indonesia (UI) mengadakan kuliah umum bertajuk “Permasalahan Intelektual di Era Kegelapan Demokrasi”. 

“[Tirani baru] adalah sesuatu yang tidak boleh dilakukan,” katanya.

Baca: Hasto PDIP: Tapira Bentuk Penindasan Baru terhadap Rakyat

Sementara itu, Auliani, Ekonom Senior Institute for Economic and Financial Development (Indef), menilai saat ini belum ada urgensi nyata untuk menerapkan kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). 

Sebab, baik pengusaha maupun pekerja sendiri menyatakan belum siap menghadapi kewajiban iuran 3% dari rencana Tapira.

Dia mencontohkan dari perbankan. Ia mengatakan, dari 100 bank, hanya 23 bank yang menyalurkan dana untuk sektor real estate. Alhasil, Avigliani pun mempertanyakan berapa banyak masyarakat yang perlu mengambil pinjaman KPR atau bahkan FLPP untuk membangun rumah sederhana tersebut. 

Selain itu, pembangun dan kontraktor rumah seringkali tidak tertarik dengan skema pembangunan rumah sederhana. Selain keuntungan marginal dari segi profitabilitas, sangat sulit untuk memenuhi kewajiban pemerintah untuk mengembangkan MBR. 

“Ini sebenarnya bukan soal subsidi, ini soal pembangunan perumahan masyarakat, jadi kami tidak melihat kebutuhan mendesak akan Tapira saat ini,” kata Avgilani dalam debat publik bersama Indef “Apakah perekonomian adil untuk semua orang?”, Selasa, Juni 4 Agustus 2024.

Baca: Indef tegaskan implementasi Tapira tidak mendesak, jelaskan di bawah

Pada saat yang sama, serikat pekerja di wilayah Tangier juga menentang kebijakan peraturan tentang tabungan perumahan rakyat (TAPERA).

Koordinator Tangeng Kar Joe mengatakan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 memuat perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 sehingga pelaksanaan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) tidak dilaksanakan dengan baik dan hanya pemerintah saja yang melakukan. 

“Kami jelas menolak rencana Tapira karena diyakini rencana itu belum terlaksana di Indonesia. Belum jelas tujuannya, kecuali pada Rabu, 5 Juni tanggal tersebut di gedung Kabupaten Tangier untuk kepentingan nasional.” 2024.

Ia menambahkan, kebijakan ini akan membebani semua sektor terutama pekerja karena tidak ada penjelasan yang jelas. “Ini menjadi beban berat bagi kami (pekerja) karena kenaikan pajak saja memberikan beban berat bagi pekerja, ditambah dengan pemotongan tapera, dan kenaikan upah saat ini sangat kecil,” ujarnya. 

“Jadi tidak perlu terburu-buru mengambil keuntungan, terlebih lagi upah sekarang hanya naik 1,64%, sedangkan Tapira akan dipotong 2,5%.” “Ini sangat menyakitkan,” katanya.

Sementara itu, Sekjen Kabupaten Apendu Tangeng Junda Osman mengatakan, pihaknya juga menolak ketentuan tersebut karena membebani pelaku usaha dan pekerja.

“Kami menolak kebijakan ini karena terlalu keras, perusahaan sudah menanggung iuran jaminan sosial, dana pensiun dan juga ada kebijakan iuran Tapira yang skema uang muka pembelian rumah, itu membantu,” ujarnya.

Baca: Hibah Tapira Ditolak, Pekerja Thaning: Gaji Rendah dan Beban Kerja

Isu Tapira sendiri menjadi perbincangan penting di kalangan pengguna media sosial, termasuk di platform X yang dulu bernama Twitter. Bagaimana tidak, veto berulang kali yang dilakukan pemerintah terhadap rencana Tapira yang memotong gaji buruh juga membuat kata kunci “Tapira” X menjadi topik hangat.

Rilisnya insiden “Tapela” baru-baru ini menarik perhatian masyarakat, dan banyak netizen di dunia maya yang memberikan reaksi berbeda terhadap pernyataan tersebut. Mulai dari menyampaikan penolakan dan kritik hingga menyindir pemerintah.

Akun @ffikriawan menyebut Tapira “sebenarnya hanya menambah beban masyarakat”. Dijelaskannya, Tapira hanya akan menjadi beban baru bagi masyarakat, khususnya para pekerja yang sebenarnya sudah memiliki rumah namun harus tetap ikut serta dalam Tapira.

Baca: Keluhan tentang tapira viral di Twitter: Prabhu berjanji hal itu akan menambah penderitaan masyarakat

Presiden terpilih Prabowo Subianto yang mencalonkan diri pada Pilpres 2024 mengaku tak cuek dengan kontroversi Program Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA).

Banyak kelompok, terutama kelompok buruh, menolak rencana yang mengharuskan pekerja membayar 3 persen pendapatannya ke Tapira.

“Kami akan mengkaji dan mencari solusi terbaik,” kata Prabowo saat diwawancarai media di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis, 6 Juni 2024.

Namun Prabhu tidak menjelaskan solusi apa saja yang diberikan. Ketua Umum Girendra juga tak menjawab saat ditanya apakah pemerintah akan melanjutkan kebijakan tersebut pada periode 2024-2029.

Baca Juga: Prabhu bersumpah mencari solusi lebih baik atas sengketa Tapila

Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljoon mengaku menyayangkan perdebatan mengenai Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA). Chang juga menanggapi keluhan banyak orang yang menolak kebijakan pemotongan gaji Tapira sebesar 3%.

“Dengan kemarahan ini (rencana Tapela), saya kira saya sangat menyesalinya,” kata Chung Wan Hock di Gedung Parlemen Senyan, Jakarta, Jumat, 7 Juni 2024.

Pak Bass, begitu beliau disapa, juga berpendapat bahwa penerapan Tapira tidak terlalu penting sehingga implementasi kebijakan tersebut bisa tertunda.

Basuki menjelaskan, “Kalau saya pribadi, kalau belum siap, kenapa harus terburu-buru? Perlu diketahui, selama ini FLPP sudah membayar subsidi bunga APBN sebesar Rp 105 triliun.” jelas Basuki. Sedangkan Tapira bisa terkumpul Rp50 triliun dalam 10 tahun, lanjutnya.

Menteri PUPR pun mengaku telah melakukan diskusi dengan Menteri Keuangan Sri Mulani Andrawati untuk menunda penerapan tapera.

Baca: Menteri Ahok Sayangkan Tapila: Buat Apa Terburu-buru Kalau Belum Siap

By ditphat

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *