Jakarta, ditphat.net – Bungkus rokok mempunyai peranan besar terhadap angka perokok di Indonesia. Tidak hanya sebagai kemasan, kemasan rokok juga menjadi salah satu cara memasarkan produk, sehingga semakin menarik kemasannya maka semakin besar pula minat pembelinya. Hingga saat ini rokok yang dijual di pasaran memiliki desain dan warna yang berbeda-beda sehingga pembeli dapat dengan mudah menemukannya.
Namun untuk mengurangi minat konsumen terhadap rokok, diperlukan standarisasi kemasan rokok. Jika standarisasi ini tidak diterapkan, secara tidak langsung penjualan rokok kemasan akan terus berlanjut dan meningkatkan jumlah perokok di Indonesia.
Menurut Tulus Abadi, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), kemasan rokok bukanlah yang paling menarik dan harus dibuat sesederhana mungkin.
Padahal, kalau kita merujuk ke negara lain, iklan dan promosi tembakau dilarang sama sekali,” jelas Tulus Abad dalam diskusi dengan Pusat Pengendalian Tembakau Kesehatan Masyarakat Indonesia. Ikatan Ahli (TCSC-IAKMI), secara online, Kamis 9 Januari 2025.
Standarisasi standar kemasan rokok, melarang adanya hiasan tambahan pada kemasan rokok, termasuk warna-warna cerah. Oleh karena itu, kemasan rokok hanya memuat unsur wajib seperti peringatan kesehatan dan informasi produk. Hal ini berkaitan dengan ketentuan perlindungan konsumen dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP) yang melaksanakan ketentuan Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.
“Dengan kemasan rokok yang terstandar, ini merupakan upaya perlindungan konsumen dan prospek perlindungan konsumen terhadap produk nonstandar,” ujarnya.
Merokok diketahui menjadi salah satu faktor risiko utama berbagai penyakit tidak menular seperti penyakit jantung koroner, kanker, stroke, dan penyakit paru kronis. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2023, jumlah perokok aktif semakin meningkat. Setidaknya terdapat 70 juta perokok di Indonesia, dan 7,4 persen di antaranya adalah generasi muda berusia 10 hingga 18 tahun.