DITPHAT Soal Penangkapan Pegi, Eks Kapolda Jabar Singung Kasus Sengkon dan Karta: Korban Salah Tangkap

Cirebon – Irjen Pol (purnawirawan) Kapolda Jawa Barat (2016-2017) Anton Charliyan pun menyoroti penangkapan Pegi Setiawan alias Perong yang membunuh Wina pada Selasa, 21 Mei 2024.

“Saya juga mempertanyakan soal penangkapan P (Pegi), jangan salah tangkap, bahaya sekali,” kata Anton dalam acara Catatan Demokrasi tvOne, Rabu sore, 29 Mei 2024.

Terkait penangkapan Peggy, Anton mengaku langsung bertanya kepada penyidik ​​Polda Jabar. Ia mengingatkan, penangkapan ilegal seperti Sengkon dan Karta tidak akan terulang kembali.

“Saya bilang, apakah Anda yakin akan menangkap Peggy, agar kasus Sengkon Karta tidak terulang seperti dulu,” ujarnya.

Lalu bagaimana dengan kasus Sengkon dan Karta dan mengapa dikaitkan dengan penangkapan Peggy?

Berdasarkan informasi yang dihimpun ditphat.net dari berbagai sumber, Sengkon dan Karta merupakan dua petani yang dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan dan perampokan pada tahun 1974.

Kedua pria tersebut dituding menjadi penyebab pembunuhan pasangan Suleyman dan Siti Haya pada November 49 tahun lalu. Bahkan keduanya disiksa secara fisik hingga memaksa mereka mengakui perbuatan kejinya.

Pada awal tahun 1977, Pengadilan Negeri Bekasi memvonis Sengko 12 tahun dan Karta 7 tahun. Keduanya menjalani hukuman di Lapas Cipinang.

Di sel tahanan, Sengkon dan Karta bertemu dengan seorang narapidana bernama Gunel, yang masih berhubungan dengan Sengkon.

Sengkona Gunel mengaku dirinyalah yang melakukan perampokan di Desa Bojongsari. Ia pun mengaku sebagai pelaku pembunuhan Suleyman dan Siti Hayan.

Gunel mengaku membunuh pasangan tersebut di Desa Bojongsari, Desa Jatiluhur, Kecamatan Pondok Gede, Bekasi pada 20 November 1974. Aksi keji itu dilakukannya bersama tiga orang temannya.

Singkat cerita, setelah melalui serangkaian proses pengadilan dan pemeriksaan saksi, Gunel ditetapkan sebagai tersangka kasus perampokan dan pembunuhan Sulaiman-Siti Hayan. Gunel divonis 12 tahun penjara.

Sengkon dan Karta kemudian mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Bekasi. Singkat cerita, keduanya dirilis pada 4 November 1980.

By ditphat

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *