Jakarta – Kenaikan Biaya Pendidikan Perorangan (UTF) menjadi perbincangan hangat di berbagai perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia. Akibat kenaikan UKT, mahasiswa menemui beberapa PTN.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Utama Direktorat Pendidikan Tinggi, Prof. Tjitjik Sri Tjahjandarie PhD, PTN sebenarnya tidak menaikkan harga UKT tapi lebih banyak kelompok UKT.
“Jadi, kita tidak bicara kenaikan UKT, tapi perbanyak kelompok UKT. Sebab, kita menerima mahasiswa dari keluarga yang mampu,” ujarnya dalam konferensi pers “Penetapan biaya UKT di lingkungan perguruan tinggi”. pada tahun 2024 Rabu, 15 Mei, di Gedung D Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta Pusat.
Namun permasalahannya adalah pihak universitas memberikan lompatan besar dalam besaran UKT. Biasanya harga tersebut, menurut Tjitjik, termasuk dalam kelompok UKT 4-5 dan lainnya yang rata-rata 5-10 persen.
UKT 1 dan UKT 2 saat ini ditetapkan secara ketat untuk tahun 2024. Permendikbudristek no. 2 tentang Standar Satuan Biaya Pengelolaan Perguruan Tinggi PTN Kemendikbudristek. Jadi uangnya tidak akan berubah kecuali aturannya berubah.
Meski iurannya naik, Kemendikbud menyebutkan UKT utamanya adalah UKT 1 dan UKT 2 yang mendapat alokasi minimal 20%.
Hal ini menciptakan model UKT yang menarik yang dapat digunakan PTN untuk mengidentifikasi sampel dari orang tua yang mampu membayar UKT tinggi. Dengan begitu, pemerintah dan UKT kelas bawah bisa membantu masyarakat miskin.
Terkait aksi unjuk rasa mahasiswa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak tinggal diam dan mempertimbangkan situasi yang terjadi.
Tjitjik menambahkan, pihaknya terus mendorong PTN yang berminat melakukan restrukturisasi kelompok UKT untuk mengajukan permohonan awal ke Kementerian Pendidikan, Riset, dan Teknologi.
Setelah disetujui dan disahkan, PTN didorong untuk memberikan informasi yang akurat dan tepat waktu kepada pemangku kepentingan, khususnya mahasiswa.
PTN juga harus memperhatikan situasi di perguruan tinggi mereka dan mempertimbangkan mahasiswa dengan penuh kasih sayang sebelum melakukan reformasi kelompok.
“Kami tidak bisa mengkritisi strategi masing-masing PTN, kami selalu berkoordinasi dengan seluruh pembicara karena dinamika yang terjadi,” imbuhnya.
Sekadar informasi, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi menelpon Prof. dr rer nat abdul haris untuk mahasiswa pascasarjana. Seruan ini dilakukan untuk meninjau kebijakan tidak tepat mana yang menjadi penyebab terjadinya demonstrasi.