Jakarta, ditphat.net – Kapan anak mulai bisa membayangkan dan belajar menggunakan toilet untuk buang air kecil? Ya, topik bahasan ini juga menjadi topik bahasan Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dalam Media Seminar/Media Briefing dengan topik: Mengenalkan Toilet Training pada Anak yang dilaksanakan secara virtual, pada Selasa 24 Desember 2024.
Membantu anak-anak melakukan latihan pispot terkadang menjadi tantangan bagi orang tua dan pengasuh. Para ahli mendiskusikan langkah-langkah untuk memastikan anak-anak siap secara fisik, emosional dan kognitif sebelum kita memulai latihan pispot. Yuk lanjutkan browsing artikel selengkapnya di bawah ini.
Kemampuan anak untuk buang air kecil sendiri di toilet merupakan tahap perkembangan penting menuju kemandirian.
Keberhasilan diukur dari seberapa baik anak memahami cara menggunakan toilet untuk buang air besar, bukan dari menguasai proses belajarnya. Dan kesiapan anak lebih penting dari sekedar standar usia, atau saat anak berusia 12-36 bulan, orang tua sudah bisa mulai mengenalkan dan mengajarkan potty training.
Konsultan tumbuh kembang anak, Dokter Meitha Pingkan Esther menjelaskan, keberhasilan anak menjalani toilet training atau buang air kecil dan besar secara mandiri di toilet antara lain ditentukan oleh ketepatan waktu pelaksanaannya.
“Anak bisa kita bawa ke kamar mandi setiap 90 menit sekali. Kalau dia tidak buang air kecil, mungkin interval berikutnya dipersingkat, kita bisa jadikan 60 menit. Kalau anak buang air kecil, jadwal toiletnya kita atur ulang menjadi 90 menit sehingga di sini anak akan belajar menunggu sampai dibawa ke toilet,” kata dokter Meitha Pingkan Esther dalam pemaparannya.
“Dari berbagai literatur, rata-rata usia potty training pada anak tanpa autisme dikatakan 2 tahun 6 bulan. Potty training pada siang hari dikatakan efektif bila anak mengalami kurang dari empat kali kejadian ngompol dalam seminggu dan terdapat 98 persen. anak-anak di “Amerika Serikat memenuhi kriteria ini pada usia 3 tahun,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan perlunya orang tua memberikan penguatan agar anak bisa bertoleransi duduk di toilet selama tiga menit atau lebih. Menurutnya, orang tua bisa mengajak anak bernyanyi atau membawakan mainan agar anak lebih tenang.
Namun masih ingat dia berada di toilet karena harus buang air kecil atau besar.
“Prosedur korektif dapat kita lakukan berupa meminta anak untuk membantu membersihkan semaksimal mungkin dan hal ini tidak boleh dilakukan dengan cara yang bersifat menghukum. Hal ini dilakukan agar anak mengalami akibat yang wajar dan dapat dijadikan sebagai pencegahan terjadinya kecelakaan. jangan terjadi lagi,” kata Meitha.
Orang tua sebaiknya memperhatikan frekuensi buang air kecil anaknya. Jika anak terlalu sering buang air kecil di celana, sebaiknya orang tua mempersingkat jadwal kunjungan ke toilet. Meitha juga menyarankan para orang tua untuk tidak memakai popok atau pakaian dalam kecuali saat tidur siang atau malam hari pada tahap awal potty training.
Proses pembelajaran dapat dikatakan berhasil jika anak secara alami pergi ke toilet ketika ingin buang air kecil atau besar dan dapat melakukan kebutuhannya secara mandiri termasuk membersihkan diri dan memakai celana sendiri.
Oleh karena itu, merupakan suatu keadaan yang wajar jika begitu anak merasa perlu ke toilet, otomatis ia akan ke kamar mandi, kata Meitha.
Keberhasilan diukur dari seberapa baik anak memahami cara menggunakan toilet untuk buang air besar, bukan dari menguasai proses belajarnya. Ada beberapa metode.
Kuncinya adalah kepekaan mengenali isyarat dan kemauan anak untuk belajar, konsisten dan tidak memaksa. Kesiapan dilihat dari kematangan fisik dan psikis yang biasanya terjadi pada usia sekitar 18 bulan hingga 2,5 tahun.
Beberapa tanda ia siap belajar antara lain: Ia mampu meniru Anda dan menunjukkan minat belajar, misalnya mengikuti Anda ke kamar mandi. Ia mampu mengembalikan segala sesuatu pada tempatnya, baik diminta atau tidak. Ia mampu menunjukkan tanda-tanda kemandirian dengan mengatakan tidak. Dia bisa berjalan dan duduk dengan baik. Ia mampu menyampaikan rasa ingin buang air kecil (kecil atau besar). Dia bisa melepas pakaiannya dan memakainya.
Penerapan toilet training yang konsisten memerlukan perencanaan yang disepakati oleh semua pihak yang terlibat dalam pengasuhan anak, seperti anggota keluarga besar atau staf penitipan anak.
Penting untuk memperhatikan perilaku dan temperamen anak, waktu yang tepat untuk mulai menggunakan toilet, serta dukungan yang ia perlukan setiap saat.
Tahapan toilet training meliputi mengkomunikasikan tujuan buang air kecil, melepas baju atau celana, buang air besar di toilet, membersihkan bagian tubuh sekitar area feses, mengenakan kembali pakaian, menyiram toilet dan mencuci tangan.
Jadikan pengalaman belajar ini sebagai aktivitas alami dalam kehidupan Anda sehari-hari. Mendorong rasa percaya diri anak bahwa mereka mampu melakukannya sendiri. Berikan pujian jika ia berhasil pada setiap tahapannya.
Pendekatan yang baik akan menghindarkan anak dari rasa terpaksa buang air kecil di toilet. Jika anak merasa stres atau tidak nyaman, ia mungkin akan menahan tinjanya.
Beberapa hal lain yang mungkin perlu Anda ingat saat anak Anda melakukan potty training adalah:
1. Biasakan mengenali sinyal-sinyal saat anak hendak buang air kecil, seperti ekspresi wajah, tingkah laku, atau posisi tertentu. Tanyakan padanya apakah dia ingin pergi ke kamar mandi ketika sinyalnya datang.
2. Selalu memberi contoh, baik dalam cara duduk di toilet maupun kebiasaan makan banyak serat.
3. Pada awal toilet training, anak laki-laki harus belajar buang air kecil terlebih dahulu sambil duduk.
Belajar buang air kecil sambil berdiri dapat mempersulit proses belajar duduk di toilet hingga buang air besar. Anak laki-laki juga biasanya membutuhkan waktu lebih lama dalam proses belajar ini.
4. Potty training dapat dimulai satu kali sehari pada waktu yang sama, misalnya setelah makan atau saat mandi, saat anak membuka pakaian.
5. Bila anak sudah mulai belajar mengontrol proses buang air kecil, Anda bisa mengurangi penggunaan popok secara bertahap. Mulailah mengenakan celana kain polos pada siang hari saat anak sedang bangun dan bermain.
Kontrol buang air kecil saat tidur mungkin baru muncul setahun setelah anak bisa mengontrol buang air kecil di siang hari.
6. Ajarkan anak ke toilet pada malam hari sebelum tidur. Jika ia masih sering buang air kecil di malam hari, Anda mungkin perlu memintanya untuk buang air kecil lagi di tengah malam.
7. Konsultasikan dengan dokter anak jika anak Anda tidak bisa mengontrol buang air besarnya saat ia berusia 7 tahun.