ditphat.net Tekno – Digitalisasi mengacu pada peralihan dari cara tradisional ke sistem digital dengan bantuan perangkat dan jaringan internet.
Perubahan ini dapat terjadi hampir di seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk digitalisasi sektor pertanian.
Identik dengan aktivitas tradisional, sektor pertanian mampu bertahan hingga saat ini dan terus bertahan menghadapi perubahan digital yang pesat di masa pandemi Covid-19.
Di era digital, sistem pertanian modern dikenal dengan istilah Agriculture 4.0 yang mendukung teknologi Internet of Things (IoT) dalam prosesnya.
Saat ini petani bekerja dengan cara tradisional dengan terjun langsung ke lahan pertanian, namun dalam skala yang lebih besar. Berbagai proses dalam sistem pertanian menggunakan penerapan teknologi.
Pertanian 4.0 merupakan sistem pertanian modern dan presisi dimana seluruh sistem terhubung dengan teknologi informasi digital.
Bentuk lain dari pertanian 4.0 disebut pertanian cerdas atau pertanian presisi yang dapat menciptakan sistem pertanian berkelanjutan.
Hal ini dilakukan karena PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) merupakan anak perusahaan PTPN III (Persero). Melalui program Kedermawanan (Ayo Majukan Usaha Rakyat), petani tebu didorong untuk menggunakan aplikasi Smart Precision Farming milik Petrokimia Gresik.
Bersamaan dengan itu juga dilaksanakan prosesi penanaman tebu perdana dan juga didemonstrasikan pemupukan dengan pesawat tanpa awak (drone).
“Tujuannya untuk meningkatkan kepercayaan diri petani dalam memanfaatkan kayanya ekosistem program, dimana salah satu rangkaiannya berkolaborasi untuk mencapai swasembada gula. Ekosistem sangat penting karena kita tidak bisa bergerak sendiri,” kata CFO SGN. Hariyanto.
Menurutnya, untuk mencapai swasembada gula diperlukan pemberdayaan petani dengan membantu mereka memperoleh modal, benih, dan sarana produksi (saprodi). Dampak program kesejahteraan telah terlihat di Pabrik Gula atau PG Padjekan di Bondowoso, Jawa Timur.
PG Pradjekan, Rolis Wikarsono, Ketua Dewan Cabang Persatuan Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPC APTRI) mengakui, lahan seluas 6.500 hektare telah ditanami di Bondowoso karena petani mitra PG Pradjekan merupakan petani tebu pertama yang sukses. program tiga tahun lalu.
Dampak dari program ini kini sudah dirasakan oleh petani, selain terjaminnya ketersediaan pupuk, peningkatan produktivitas, dan peningkatan pendapatan petani. “Kami mendapat jaminan pupuk yang tepat dan prosesnya hanya dua atau tiga hari. Harganya kompetitif,” ujarnya.