ditphat.net – Setelah runtuhnya Evergrande, perusahaan real estate terbesar di Tiongkok, dan banyak perusahaan terkemuka lainnya seperti Country Garden, Soho, Sino Pride, Unispace, Man Hing Hong, Top Capital, Vivid Invest, dan Vanke, properti Tiongkok. pasar perusahaan menyusut.
Dilansir Daily Mirror, Senin 27 Mei 2024, meski pemerintah pusat berupaya menghidupkan kembali sektor ini, namun pasarnya masih bermasalah. Ini adalah masalah kritis bagi Partai Komunis Tiongkok (PKT) karena sektor real estat mewakili seperlima perekonomian Tiongkok.
Kegagalan untuk menghidupkan kembali sektor ini dapat menyebabkan masalah serius bagi perekonomian yang sudah stagnan, sehingga menekankan pentingnya sektor ini bagi stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Tiongkok.
Dalam kebijakan menyediakan perumahan yang terjangkau, Tiongkok telah mengumumkan bahwa pejabat pemerintah daerah akan diizinkan membeli rumah dengan harga yang “wajar”. Wakil Perdana Menteri He Lifeng mengungkapkan rencana tersebut dalam konferensi web mengenai kebijakan perumahan, seperti dilansir kantor berita Xinhua.
Untuk terus merangsang permintaan properti pasif, Tiongkok berencana menurunkan suku bunga hipotek dan menurunkan suku bunga bagi pembeli rumah, seperti yang dijelaskan dalam tiga pengumuman yang dikeluarkan oleh bank sentral. Namun, efektivitas program pengadaan pemerintah dalam menstimulasi sektor swasta masih belum jelas.
Meskipun melengkapi daftar ini akan meningkatkan arus kas bagi produsen dan meningkatkan stabilitas keuangan mereka, hal ini tidak mengatasi kurangnya kepercayaan pada sektor swasta, yang hanya dapat dipulihkan jika pemerintah mendefinisikan kembali peran investasi properti.
Upaya-upaya ini ditanggapi dengan skeptis oleh para ekonom di Tiongkok dan luar negeri. Banyak pihak yang pesimistis dengan alasan perekonomian Tiongkok saat ini sedang resesi dan belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Pandangan ini menyoroti tantangan yang dihadapi pemerintah Tiongkok dalam upayanya menstabilkan dan menstimulasi perekonomian.
Para ekonom juga pesimistis terhadap kepemilikan real estat Partai Komunis Tiongkok. Mereka mencatat meningkatnya urgensi untuk membawa stabilitas ke pasar perumahan sebagai perkembangan positif, terutama mengingat penurunan tajam harga rumah bulanan yang terjadi pada bulan April, yang menunjukkan penurunan signifikan dalam siklus saat ini.
Meskipun hal ini mungkin mengindikasikan stabilisasi sentimen di Tiongkok, potensi pemulihan sektor perumahan hanyalah permulaan. Tingginya persediaan rumah yang tidak terjual mungkin terus mengurangi investasi di bidang real estat, yang membebani perekonomian tahun ini.
Bruce Pang, ekonom di Jones Lang Lasalle di Hong Kong, mencatat bahwa suku bunga rendah dan penurunan suku bunga bank sentral menunjukkan bahwa Beijing menggunakan kebijakan moneter untuk memenuhi permintaan dengan harapan pemulihan yang tepat.
Namun, ia mengingatkan bahwa pemulihan yang berkelanjutan memerlukan kerja sama pendapatan masyarakat, kepercayaan dunia usaha, sentimen pasar, dan prospek pertumbuhan ekonomi.
Tantangan terbesarnya adalah terkikisnya kepercayaan publik terhadap Partai Komunis Tiongkok dalam beberapa tahun terakhir. Sentimen yang umum adalah keengganan untuk memberikan uang tunai yang diperoleh dengan susah payah, yang dipicu oleh perlambatan ekonomi yang disebabkan oleh pandemi COVID-19 dan kebijakan blokade ketat yang diberlakukan oleh Partai Komunis Tiongkok.
Dampak dari tindakan ini dirasakan di seluruh negeri, dimana banyak orang kehilangan pekerjaan dan menghabiskan tabungan mereka. Dengan keterbatasan dana dan masa depan yang tidak menentu, masyarakat enggan membeli barang dalam jumlah besar.
Dalam situasi seperti ini, perkembangan positif perekonomian Tiongkok tampaknya masih jauh dan masih membayangi masa depan perekonomian negara tersebut.
Sebaliknya, beberapa ahli percaya bahwa strategi yang ditujukan untuk menghilangkan backlog lebih efektif dibandingkan strategi awal. Secara teoritis, kebijakan-kebijakan ini dapat membuat investor merasa bahwa pemerintah menanggung beban keuangan, sehingga mengalihkan risiko yang terkait dengan pasar properti kepada bank dan pemerintah daerah, yang merupakan institusi yang menghadapi tekanan ekonomi.
Meski berbagai langkah kebijakan telah diterapkan sejak tahun 2022, Tiongkok belum berhasil memodernisasi sektor logistiknya. Sektor ini, yang pernah menyumbang seperlima kegiatan perekonomian negara, terus menjadi beban bagi pertumbuhan. Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak pengembang yang gagal membayar kewajiban utangnya, dan banyak pengembang, termasuk Evergrande Group asal Tiongkok, diperintahkan untuk melikuidasi.
Sektor perbankan enggan menanggapi dorongan terus menerus Beijing untuk meningkatkan kredit ke sektor properti yang sedang mengalami kesulitan, terutama mengingat risiko meningkatnya kredit macet.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah pusat dan daerah Tiongkok menerapkan kebijakan yang bertujuan mengurangi inventaris rumah yang tidak terjual. Kota-kota besar seperti Beijing dan Shenzhen telah melonggarkan pembatasan pembelian rumah, dan kota-kota lain telah memperkenalkan kebijakan yang memungkinkan pembeli menukar rumah lama mereka dengan rumah baru. Terlepas dari upaya-upaya ini, sektor logistik masih menjadi masalah yang sulit bagi perekonomian Tiongkok.