Jakarta, ditphat.net – Stres kerja merupakan masalah serius yang dihadapi banyak pekerja di sektor keuangan Indonesia. Pada tahun 2024, pada hari Rabu tanggal 13 November, pada konferensi pers yang diselenggarakan oleh Komunitas Kesehatan Jiwa (Kaukus Keswa), Dr. Peneliti dan perintis Komite Hak Asasi Manusia Ray Wagiu Basrowi memaparkan temuan-temuan utama mengenai penyebab dan dampak stres di kalangan pekerja sektor keuangan.
Berdasarkan penelitian yang melibatkan 36 hingga 5.560 partisipan dari berbagai sektor industri keuangan seperti perbankan, asuransi, regulator, lembaga penjamin simpanan dan fintech, terungkap bahwa 5 dari 10 karyawan yang bekerja di sektor tersebut memiliki atau mungkin memiliki pengalaman. . pengalaman. menekankan.
Ada tiga faktor utama penyebab stres kerja. Faktor pertama adalah masalah konflik peran, yaitu ketidakpastian sistem koordinasi dan arahan bisnis dalam organisasi. Mari kita gulir seluruh artikel di bawah ini.
Dr. Ray menjelaskan, instruksi yang tidak jelas dalam suatu organisasi dapat menimbulkan kebingungan dan tekanan, sehingga dapat meningkatkan tingkat stres di tempat kerja.
Beban kerja juga merupakan faktor penting. Karyawan merasa stres karena banyaknya tugas yang harus diselesaikan dalam waktu terbatas.
Banyak pekerja yang terpaksa bekerja dengan jam kerja lebih lama atau lebih lama dari jam kerja normal, membawa pulang pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai.
Dr. Fenomena ini terjadi karena karyawan merasa tidak mampu mencapai tujuan dan tenggat waktu yang telah ditetapkan, yang pada akhirnya berujung pada kelelahan ekstrem, kata Ray. Faktor ketiga penyebab stres adalah keseimbangan kehidupan kerja yang buruk.
Karyawan merasa kehidupan pribadinya terganggu oleh pekerjaan yang terus berlanjut bahkan di luar jam kerja. Mencapai keseimbangan kehidupan kerja menjadi semakin sulit.
“Kurangnya keseimbangan kehidupan kerja dan seringnya beban kerja menjadi penyebab utama stres yang dialami banyak pekerja sektor keuangan di Indonesia. Hal ini telah dibuktikan oleh penelitian ekstensif di berbagai negara, dan kita melihat hal yang sama. Apa yang terjadi di Indonesia,” kata Dr. Ray.
Data menunjukkan 19,5% karyawan di sektor keuangan mengalami kelelahan karena faktor stres. Selain itu, sekitar 27% pekerja belum menikah mengalami gejala serupa.
“Faktor-faktor tersebut tidak hanya mempengaruhi produktivitas tetapi juga kesehatan mental karyawan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kelelahan mental atau burnout,” jelas Dr. Rel.
Studi ini juga menyoroti pentingnya pendekatan holistik terhadap stres di tempat kerja. Salah satu solusi yang disarankan adalah penerapan Employee Assistance Program (EAP).
EAP merupakan program yang memberikan layanan dukungan psikologis kepada karyawan, seperti konseling atau dukungan sejawat, untuk membantu karyawan mengelola stres dan meningkatkan kesehatan mentalnya.
“EAP ini dapat mencakup layanan psikologi tempat kerja, konseling sejawat, serta peningkatan kompensasi dan tunjangan untuk meningkatkan keterlibatan karyawan,” jelas Dr. Rel.
Namun, menurutnya, solusi terbaik adalah menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dengan menjaga keseimbangan kehidupan kerja.
“Bekerja dengan penuh semangat berarti beban kerja yang berat sekalipun tidak akan dianggap mengganggu kualitas hidup,” ujarnya.
Prof. Rofikoh Rokhim, Ketua Program MM FEB UI sekaligus penggagas Human Wellbeing Group juga menekankan pentingnya menciptakan lingkungan kerja yang mendukung kesejahteraan karyawan.
Menurutnya, perusahaan harus mampu menciptakan ruang kerja yang nyaman dan menunjang kesehatan psikologis karyawannya.
“Perusahaan perlu memperhatikan desain ruang kerja yang nyaman, menyediakan ruang bersama untuk berdiskusi atau sekedar bersantai. Taman atau ruang terbuka hijau juga dapat memberikan vitamin yang sangat dibutuhkan otak oleh karyawan,” kata Rofikoh.
Rofikoh juga menyarankan untuk menciptakan komunitas di perusahaan untuk mengatasi rasa bosan dan stres akibat rutinitas kerja yang monoton.
“Komunitas tidak selalu harus mengeluarkan biaya. Bisa komunitas bernyanyi, komunitas lari, bahkan bersenandung di kantor. Semua itu bisa mencairkan suasana dan menciptakan rasa kebersamaan,” lanjutnya.
Rofikoh juga menekankan pentingnya membekali karyawan dengan soft skill.
“Tekanan eksternal yang kuat seperti kondisi politik dan perekonomian berdampak signifikan terhadap kinerja sektor keuangan. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk terus belajar melalui pembinaan, pendampingan, studi kasus, dan lain-lain,” kata Rofikoh. katanya.