Jakarta, ditphat.net – Pertumbuhan financial technology (fintech) di Indonesia telah menciptakan ekosistem keuangan yang semakin komprehensif dan efisien, terutama bagi generasi yang melek teknologi seperti Milenial dan Gen Z.

Layanan Beli Sekarang Bayar Nanti (BNPL) telah menjadi tren besar di kalangan anak muda, dengan 67% pengguna fintech yang menggunakan layanan ini secara rutin menyebutkan terbatasnya uang tunai dan penawaran khusus.

Jangka waktu cicilan yang umum adalah satu hingga tiga bulan, mencerminkan keinginan untuk melunasi utang lebih cepat. Namun, tantangan seperti literasi keuangan dan risiko pengeluaran berlebihan masih tetap ada.

Hanya 32% Gen Z yang memahami definisi sebenarnya dari perbankan digital, dan sebagian besar informasi tentang layanan ini diperoleh melalui jejaring sosial dan keluarga.

Pertumbuhan pesat BNPL disertai dengan kekhawatiran mengenai kemungkinan risiko keuangan. Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mencatat pembiayaan konsumen melalui program BNPL meningkat 89,20% year-on-year mencapai Rp7,99 triliun pada Agustus 2024.

Sedangkan Non-Performing Finance (NPF) masih terkendali di angka 2,52%. Namun, proporsi penduduk yang tidak memiliki rekening bank masih tinggi yaitu sebesar 67%. Oleh karena itu, fintech dipandang memainkan peran penting dalam mendorong inklusi keuangan yang lebih luas.

Iwan Dewanto, Direktur Indodana Multi Finance, bersikukuh bahwa BNPL adalah game changer di kalangan generasi muda karena menawarkan fleksibilitas dalam berbelanja.

Dia berbicara pada acara Power Lunch dari GDP Venture tentang “Baru.” Dunia Fintech: Nyata atau Berbahaya?

Tren menonjol lainnya adalah 73% anak muda menggunakan perbankan digital. Hal ini menunjukkan bagaimana fintech telah mengubah kebiasaan konsumen. Meski laju pertumbuhan BNPL sangat pesat, menurut Iwan penting untuk menjaga keseimbangan.

“Kami mencoba memastikan bahwa pengguna tidak melebihi kemampuan finansial mereka dengan menawarkan batas kredit yang sesuai dengan pendapatan,” jelasnya.

Karena kemudahan digitalisasi, sejumlah kekhawatiran sering muncul, termasuk belanja yang merugikan, khususnya perilaku konsumen impulsif, yang juga terkait dengan literasi keuangan.

Karena hanya 32% Gen Z yang memahami definisi sebenarnya dari perbankan digital dan perlindungan data pribadi, dan pengguna BNPL mengungkapkan kekhawatirannya mengenai masalah ini. Meskipun fintech menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, masih terdapat kekhawatiran mengenai risiko gagal bayar.

Data Otoritas Jasa Keuangan atau OJK menunjukkan pembiayaan konsumen melalui program BNPL meningkat 89,20% pada Agustus 2024 senilai Rp 7,99 triliun. Meski demikian, financial bad debt (NPF) masih terkendali di angka 2,52%.

Di sisi perbankan digital, Albert Kurniawan, Direktur Pertumbuhan dan Akuisisi BCA Digital, mengaku tidak melihat fintech sebagai pesaing bank konvensional, melainkan sebagai mitra dalam mendorong pembiayaan komprehensif.

“Kolaborasi antara fintech, bank digital, dan lembaga keuangan lainnya sangat penting untuk membangun ekosistem yang sehat di Indonesia,” jelasnya. Diakuinya, BCA Digital hadir untuk memberikan solusi keuangan praktis dan inovatif kepada generasi melek teknologi.

Fitur-fitur yang tersedia di aplikasi seluler meliputi pengelolaan tabungan multiguna, layanan ventura, investasi, dan fitur loyalitas yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan finansial generasi muda.

By ditphat

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *