JAKARTA, ditphat.net – Lembaga penelitian siber Indonesia CISSREC mengungkapkan bahwa serangan siber di Indonesia kini meluas dan mengganggu informasi banyak industri lokal.
Data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menunjukkan 527 insiden keamanan siber sepanjang 1 Januari hingga 30 Juni 2024.
Dari 527 insiden keamanan siber, 49,1 persen atau 259 insiden telah ditangani, sedangkan 50,9 persen atau 268 insiden belum ditindaklanjuti.
Pratama Persadha, Presiden CISSREC, mengatakan penjahat dunia maya yang menyerang Indonesia menggunakan ransomware untuk mencuri informasi dari organisasi dan industri di Indonesia.
Dia mengatakan, 74 gigabyte data Bank Indonesia (BI) dicuri, tidak hanya itu, 170 juta data PLN termasuk 17 ribu rekening Direktorat Jenderal Kementerian Keuangan atau Direktorat Jenderal Pajak juga dicuri.
Selain itu, 13 miliar data registrasi kartu SIM, 272,2 juta data BPJS kesehatan, dan 204,8 juta data KPU juga telah dicuri oleh pencuri.
“Secara global kerugian akibat ransomware ini diperkirakan mencapai $1,1 miliar pada tahun 2023 dan 73 organisasi telah mengalami serangan ransomware,” ujarnya pada Senin, 23 September 2024.
Konsekuensi dari pelanggaran data dapat berdampak pada kelangsungan bisnis, hilangnya data penting dan keuangan, serta konsekuensi hukum, kata Pratama.
“Perusahaan yang terkena dampak ancaman dunia maya kemungkinan besar akan menghadapi tindakan hukum, yang berarti mereka dapat didenda dan ditutup,” katanya.
Menurutnya, solusi permasalahan siber adalah dengan menggunakan teknologi yang tepat seperti kecerdasan buatan (AI), intelijen ancaman, pembelajaran mesin, dan analisis kesalahan.
Hal ini diyakini termasuk melindungi komputer dan jaringan dari serangan dunia maya.
Sementara itu, Head of IT Solutions PT Sarana Solusindo Informatika Kalvin Kaligis menilai Indonesia berisiko tinggi terhadap penyalahgunaan internet karena Indonesia merupakan negara dengan jumlah pengguna internet terbanyak yang mencapai 202 juta jiwa.
Oleh karena itu, ia mengingatkan organisasi untuk menggunakan teknologi AI sebagai garda depan untuk melindungi data agar tidak jatuh ke tangan pihak ketiga.
“Kami percaya bahwa teknologi keamanan siber harus menjadi yang terdepan dalam memperoleh data organisasi dengan menggunakan teknologi AI. Selain itu, kami menyarankan agar organisasi juga menyimpan data dan sistem untuk mengantisipasi kerugian total akibat serangan ransomware,” kata Kalvin.