VIWA – Selama bulan suci Ramadhan, umat Islam menjalankan puasa sebagai salah satu kewajiban agama yang penting. Puasa di sini berarti tidak makan, minum, dan segala perilaku yang dianggap bertentangan atau tidak sesuai dengan ajaran Islam. Namun sering muncul pertanyaan apakah menonton video porno akan membatalkan puasa seseorang.
Kunci penting untuk memahaminya adalah, puasa bukan hanya tentang pantang makan dan minum. Puasa di bulan Ramadhan berarti menjaga kesucian dan moralitas pikiran dan perilaku Anda. Oleh karena itu, perbuatan yang melanggar nilai-nilai akhlak Islam dapat mempengaruhi keabsahan puasa seseorang.
Dalam konteks menonton video porno, sebagian besar ulama sepakat bahwa tindakan tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai agama Islam. Menonton konten yang mengandung kata-kata cabul, pornografi, dan pelanggaran etika seksual dapat merusak kesucian pikiran dan menyesatkan seseorang dari jalan yang benar sesuai ajaran Islam.
Menonton video dewasa adalah melihat suatu objek visual yang diyakini sangat dipengaruhi oleh nafsu. Biasanya, melihat sesuatu yang cabul tidak membatalkan puasa.
Hal ini dijelaskan dalam Imam An-Nawawi, Rawdhatut Talibin wa Umdatul Muftin [Beirut, Darul Fikr: 2005 M. BC/1425-1426], Juz II, hal. 247), yang artinya: “Jika keluar mani akibat onani (ejakulasi), maka batal puasanya. Namun jika sperma keluar dengan pikiran kosong dan pandangan syahwat, maka puasanya tidak puasa. Sedangkan jika ejakulasi terjadi akibat kontak fisik selain kontak alat kelamin, maka batal puasanya. Demikian pendapat mayoritas ulama.”
Namun, masyarakat yang menjalankan puasa disarankan untuk sesedikit mungkin menonton video dewasa. Berbicara tentang ciuman suami-istri yang harus dihindari, Imam An-Nawawi mengukur perbuatan tersebut dari pengaruhnya menimbulkan syahwat (yang membatalkan pahala puasa) dan ejakulasi (yang membatalkan puasa).
“Sejauh mana tindakan tersebut menimbulkan nafsu diperhitungkan dan ada ketakutan akan terjadinya ejakulasi dan orgasme.” (Imam An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab, [Kairo, Al-Maktaba at-Tawfiqiya: 2010 M], Juz VI, hal.: hal. 323).
Di sisi lain, orang yang berpuasa sangat dianjurkan untuk mengendalikan hawa nafsu dan berbagai macam syahwat. Mengekang nafsu adalah rahasia dan tujuan utama puasa yang diperintahkan Allah.
“Dia (orang yang berpuasa) mengendalikan dirinya dari hawa nafsu (hawa nafsu). Pengendalian diri adalah rahasia dan tujuan terbesar puasa” (Imam An-Nawawi, 2005 M/1425-1426 M: II/253).
Para ulama kerap menyebut pengendalian diri terhadap berbagai nafsu sebagai hakikat dan hikmah hukum puasa. Puasa bukan hanya berpantang makanan, minuman, dan hubungan seksual, tetapi juga berpantang terhadap segala sesuatu yang dilarang agama.
Bagi para ulama, hukum puasa dan hikmahnya tidak dapat dipisahkan agar puasa mempunyai makna dan seseorang tidak putus asa. Imam al-Nawawi menjelaskan hal ini dengan jelas:
“Selama bulan Ramadhan sangat dianjurkan untuk menjauhkan diri dari hawa nafsu. Inilah rahasia dan tujuan terbesar puasa. Dijelaskan bahwa orang yang berpuasa menghindari gosip, bahasa kotor, kata-kata makian, saling mengumpat dan kata-kata lain yang tidak baik” (Imam al-Nawawi, 2010 CE: VI/345).