Jakarta, LIVE – Marwan Hakim, ustaz berusia 35 tahun, menjadi sosok yang sangat disegani di Desa Aikperapa, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
Meski berperan penting dalam dunia pendidikan dan keagamaan, namun tampilannya tetap sederhana dan bersahaja.
Menurut Astra Satu Indonesia, tidak ada ciri-ciri seorang ustaz seperti sorban atau peci putih yang biasa dikenakan para pemuka agama.
Bahkan masyarakat luar desa kerap salah mengira dia sebagai tukang ojek.
Namun di balik penampilan sederhananya, Marwan adalah seorang pejuang pendidikan yang telah memberikan kontribusi luar biasa bagi kemajuan pendidikan di daerah terpencil ini.
Peran besar Marwan di dunia pendidikan bermula dari kesadaran akan rendahnya akses terhadap pendidikan formal di Desa Aikperapa, terutama setelah anak-anak menyelesaikan pendidikan dasar.
Pada tahun 2002, Marwan melihat banyak anak yang tidak melanjutkan pendidikannya setelah menyelesaikan sekolah dasar karena tidak adanya sekolah menengah di desa tersebut.
Melihat hal itu, Marwan tergerak untuk mengambil tindakan. Dengan penuh semangat ia menginisiasi pendirian Sekolah Menengah Pertama (SMP) di desanya.
Awalnya sekolah tersebut dibuka di rumahnya sendiri yang menjadi sekolah menengah pertama di Aikperapa.
Tak puas hanya mendirikan sekolah menengah atas, Marwan dan kawan-kawan pun berupaya mendirikan sekolah menengah atas (SMA) di kawasan tersebut.
Usaha Marwan mendirikan sekolah tidaklah mudah, namun semangatnya memajukan pendidikan di Aikperapa tidak pernah padam.
Ia berupaya semaksimal mungkin untuk mendorong anak-anak dan orang tua agar memahami pentingnya pendidikan, meskipun mereka tinggal di daerah terpencil.
Kini hasil perjuangan Marwan dan kawan-kawan mulai terlihat. Didirikan pada tahun 2004, sekolah ini telah meluluskan lebih dari 200 siswa SMP dan 50 siswa SMA.
Ini merupakan pencapaian besar bagi sebuah desa kecil yang sebelumnya tidak memiliki akses terhadap pendidikan menengah. Semangat belajar yang dikobarkannya tidak hanya dirasakan oleh anak-anak di Desa Aikperapa, namun juga sampai ke Dusun Bornong, desa tertinggi di kaki Gunung Rinjani.
Marwan berhasil membuka kesempatan pendidikan yang sebelumnya tertutup bagi anak-anak di wilayah tersebut.
Salah satu yang membuat pendekatan pendidikan Marwan unik adalah kebijakan sekolah yang inklusif dan peka terhadap kondisi perekonomian masyarakat.
Sekolah tidak pernah memaksa orang tua untuk membayar uang sekolah secara tunai jika mereka tidak mampu membayarnya.
Sebagai imbalannya, Marwan memberikan keleluasaan kepada keluarga untuk membayar biaya administrasi dalam bentuk natura, yakni dengan hasil pertanian seperti tanaman pisang.
Kebijakan ini mencerminkan keprihatinan Marwan terhadap kesulitan ekonomi masyarakat desa, sekaligus bukti bahwa akses terhadap pendidikan tidak boleh dibatasi oleh sumber daya keuangan.
Kebijakan ini akan menjadikan pendidikan lebih terjangkau dan relevan bagi masyarakat pedesaan, yang sebagian besar bekerja sebagai petani.
Perjuangan Marwan Hakim merupakan contoh nyata dedikasi seorang tokoh lokal yang tanpa pamrih bekerja memajukan pendidikan di daerah terpencil.
Kontribusinya tidak hanya menciptakan akses bagi anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik, namun juga memperkuat komunitas melalui kebijakan yang beradaptasi dengan kebutuhan lokal.
Semangat dan kegigihan Marwan menjadi inspirasi bagi banyak orang, menunjukkan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil, dan bahwa pendidikan adalah kunci terpenting untuk membuka jalan menuju masa depan yang lebih baik bagi generasi muda Lombok Timur.