
Jakarta, ditphat.net – Raksasa teknologi Elon Musk, CEO Tesla dan SpaceX, memperkirakan kecerdasan buatan (AI) akan melampaui kecerdasan manusia pada akhir tahun 2025.
Hal ini terungkap setelah presentasi resmi model penghasil gambar pertama dari perusahaan kecerdasan buatan xAI Aurora yang dipresentasikan pada awal Desember 2024.
Pembaruan pada model xAI pertama yang dirilis Oktober lalu, Aurora memungkinkan pengguna membuat gambar yang benar-benar realistis.
Dibandingkan model AI lainnya, Aurora memiliki keterbatasan yang lebih sedikit dan dapat menghasilkan gambar beresolusi tinggi, termasuk wajah terkenal dan karakter berhak cipta.
Melansir ditphat.net Tekno, pada Selasa, 24 Desember 2024, Elon Musk menulis melalui X pribadinya: “Kecerdasan buatan semakin mungkin menggantikan kecerdasan manusia pada akhir tahun 2025 dan mungkin menggantikan seluruh manusia pada tahun 2027 atau 2028.
Raksasa teknologi tersebut juga memperkirakan pada tahun 2030, kecerdasan buatan akan melampaui kecerdasan seluruh manusia di dunia.
Awal tahun ini, xAI yang didirikan oleh Elon Musk meluncurkan sistem pelatihan kecerdasan buatan Colossus yang disebut-sebut sebagai sistem terkuat di dunia dan menjadi tolok ukur baru dalam pengembangan teknologi kecerdasan buatan.
Menurut Russian Today, Colossus memiliki 100.000 prosesor grafis (GPU) H100 berpendingin cairan yang dipasok oleh Nvidia, menjadikan xAI jauh lebih unggul dari pesaingnya, termasuk OpenAI.
Dalam beberapa tahun terakhir, para ilmuwan dan selebriti telah menyatakan keprihatinannya mengenai potensi bahaya penggunaan teknologi kecerdasan buatan secara ilegal.
Bulan lalu, ilmuwan komputer dan profesor di Universitas Montreal di Kanada, Yoshua Bengio, memperingatkan bahwa mesin akan segera memiliki lebih banyak kemampuan kognitif dibandingkan manusia karena kecerdasan buatan menjadi semakin sulit dikendalikan, yang dapat menimbulkan risiko besar bagi umat manusia.
Selain itu, Bengio juga khawatir mesin AI dalam pelatihan akan menjadi sistem anti-manusia.
Bengio menyoroti potensi risiko kesenjangan sosial dan politik yang ditimbulkan oleh AI, mengingat hanya sedikit organisasi atau pemerintah yang mampu membuat mesin AI yang mahal dan kompleks.
Hal ini menimbulkan risiko meningkatnya konsentrasi kekuatan ekonomi, politik, dan militer yang dapat mengancam stabilitas geopolitik global.
Berbicara pada KTT G7 di Italia pertengahan tahun ini, Paus Fransiskus memperingatkan akan ketergantungan umat manusia pada keputusan mesin.
Algoritma hanya bisa menilai realitas berdasarkan angka, tegas Paus, sedangkan orang bijak bisa mengambil keputusan lebih dalam tidak hanya berdasarkan angka tapi juga pertimbangan hati dan moral.