ditphat.net – Pembaca yang budiman, mungkin Anda sudah banyak mengetahui sosok prajurit TNI yang diangkat sebagai ajudan Presiden Republik Indonesia, Jenderal TNI Prabowo Subianto. Pasalnya belakangan ini nama Kolonel Inf Wahyo Uniartoto menjadi headline media massa.
Dalam ditphat.net Militer edisi kali ini, kami tak banyak membeberkan profil perwira menengah kelahiran Purbalingga, Jawa Tengah ini. Namun akan mengungkap kisah apa yang dilakukan Pak Wahyo dan pasukan hantu hutannya saat diminta melakukan pekerjaan penyelamatan korban bencana alam.
Maka pada awal Februari 2018, sebuah tragedi memilukan terjadi di Desa Maseng, Desa Warung Menteng, Kecamatan Sijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Saat itu, hujan deras selama beberapa hari menyebabkan jatuhnya batu setinggi 15 meter. Tiga rumah yang dihuni 11 orang tertimbun material longsor.
Hari itu, masyarakat berhasil menemukan enam korban yang semuanya selamat meski mengalami luka-luka. Sayangnya kelima korban tidak ditemukan dan pencarian terpaksa dihentikan karena lokasi bencana berbahaya dan hujan terus turun.
Singkat cerita, keesokan harinya tim penyelamat dari unsur SAR dan berbagai unsur Basarnas, BPBD, TNI, dan kepolisian diberangkatkan ke lokasi untuk mencari dan menyelamatkan para korban. Tidak terkecuali para prajurit Coppa.
Jadi prajurit Kopasas yang dikerahkan di lokasi tragedi longsor Sijaruk saat itu adalah prajurit Batalyon 14 / Bhadrika Tentara Baladika. Padahal, Yon 14 Kopassus Grup 1 merupakan satuan di Kopassus yang bermarkas di Kabupaten Bogor sehingga dekat dengan lokasi jatuhnya pesawat.
Kebetulan, Komandan Batalyon 14 Kopasas adalah Kolonel Inef Wahyo Uniarto yang saat itu juga berpangkat Mayor. Dan dia sendiri yang memimpin anak buahnya untuk mencari dan menyelamatkan para korban.
Saat Mas Wahyo dan prajuritnya tiba di lokasi, kelima korban tidak ditemukan satu pun. Sebab, proses pencariannya tidak mudah. Lokasi bencana sangat berat, apalagi ketebalan tanah yang mengubur rumah korban mencapai lima hingga delapan meter.
Meski kondisi dan keadaan di lokasi kejadian sulit, Mas Wahyo dan prajuritnya tidak menyesal sedikit pun. Sebab, korban harus ditemukan secepatnya untuk menyelamatkan nyawanya. Kalaupun korbannya sudah tiada, jasadnya bisa ditemukan terkubur dengan baik.
Hal yang menarik dari tim Yon 14 Kopassus adalah mereka melakukan pencarian tidak hanya dengan energi konvensional tetapi juga dengan menggunakan energi dalam yang telah mereka pelajari. Keterampilan ini dikenal luas dengan sebutan ilmu getaran.
Pada akhirnya, dengan kemampuan yang tidak dimiliki semua orang, para prajurit Mas Wahyo menemukan korbannya. Pada pukul 10 pagi hari itu, 14 prajurit Kopassus menemukan tiga korban tewas, dan beberapa jam kemudian ditemukan satu korban lagi dalam kondisi yang sama.
Masih ada satu korban lagi, korban bernama Adit, seorang anak kecil yang baru berusia 11 tahun. Sayangnya 14 prajurit dan tim SAR tidak dapat melanjutkan pencarian karena hujan kembali turun dan pencarian terhenti beberapa saat.
Pada hari ketiga, Mayor Vahyo dan prajuritnya kembali ke tempat itu. Dan akibat pengejaran, jenazah Adit ditemukan. dan akhirnya Mayor Wahio ditarik ke markasnya.
Selain bencana Sijeruk, Ketua Kelompok 2/Sandi Yudha Kopasas empat tahun lalu juga memimpin pasukan pada bencana erupsi Gunung Kelud dan erupsi Gunung Merapi, serta bencana longsor Banjarnegara.
Baca: Innalillahi, Perwira Raider Terbaik TNI Kapten Inf Gunawan Meninggal Dunia