Jakarta, ditphat.net – Elon Musk dan perusahaannya SpaceX mendapat banyak kritik atas proyek Starlink.
Hingga saat ini, SpaceX telah meluncurkan lebih dari 6.000 satelit Starlink ke orbit rendah Bumi (LOO).
Namun, rencana mereka untuk meningkatkan jumlah ini menjadi 42.000 satelit dalam beberapa tahun ke depan telah menimbulkan kekhawatiran yang serius.
Kritikus menunjukkan bahwa kehadiran ribuan satelit di orbit bumi dapat berdampak negatif terhadap lingkungan.
Sayangnya, peraturan yang ada saat ini tidak bisa mengimbangi laju perkembangan megagrup satelit seperti Starlink. Hal ini membuat nasib satelit-satelit tersebut di akhir masa hidupnya menjadi tanda tanya besar.
Dalam laporan baru berjudul WasteX: Kerusakan Lingkungan Megakonstelasi Internet Satelit, kelompok hak asasi manusia PIRG menyerukan tinjauan lingkungan oleh pemerintah.
Mereka ingin memastikan peluncuran satelit besar-besaran ini tidak menimbulkan masalah besar di kemudian hari.
“Kita tidak boleh terburu-buru meluncurkan begitu banyak satelit tanpa memastikan manfaatnya sepadan dengan potensi dampak negatif yang mungkin timbul,” kata PIRG seperti dikutip Futurism, Rabu 14 Agustus 2024.
Kritik ini tidak hanya ditujukan kepada SpaceX, meski perusahaan tersebut memiliki lebih dari separuh seluruh satelit aktif di orbit.
Negara lain, seperti Tiongkok, juga meluncurkan satelit baru secara besar-besaran. Misalnya, Tiongkok baru-baru ini meluncurkan satelit pertama dari proyek Thousand Sails yang direncanakan untuk bersaing dengan Starlink. Proyek ini akan menambah 15.000 satelit baru di Low Earth Orbit (LEO).
Selain itu, Amazon juga merencanakan proyek serupa dengan konstelasi satelit bernama Project Kuiper. Semua ini menimbulkan kekhawatiran bahwa logam dari ribuan satelit yang mengorbit mungkin mempunyai dampak yang tidak diinginkan terhadap lingkungan.
Sebuah studi yang dilakukan oleh University of Southern California bahkan menemukan bahwa satelit-satelit ini dapat melepaskan polutan berbahaya seperti aluminium oksida ke atmosfer jika terbakar saat masuk kembali. Polutan ini dapat berkontribusi terhadap penipisan lapisan ozon, yang penting untuk melindungi kita dari radiasi ultraviolet matahari.
Parahnya lagi, satelit-satelit ini hanya mampu bertahan selama lima tahun. Itu berarti SpaceX harus terus meluncurkan penggantinya agar jaringan tetap berjalan. Kritikus menyebut pendekatan ini sebagai “sampah luar angkasa” karena satelit-satelit ini dianggap setara dengan “plastik sekali pakai” yang tidak dapat digunakan kembali.
Oleh karena itu, kelompok seperti PIRG menyerukan kepada pihak berwenang seperti Komisi Komunikasi Federal AS (FCC) untuk bekerja sama dengan lembaga lingkungan hidup dan NASA untuk memastikan bahwa peluncuran satelit baru ini menjalani penilaian lingkungan yang ketat.
Banyak yang menganggap langkah SpaceX terlalu berisiko dan bisa berdampak buruk terhadap lingkungan di masa depan. Sejarah telah menunjukkan bahwa jika kita tidak hati-hati, inovasi teknologi yang terlalu cepat sering kali menimbulkan dampak negatif yang serius.