Daendels Bayar Upah Pekerja Jalan Anyer-Panarukan, Sejarah Kerja Rodi Bohong?

Jakarta, ditphat.net – Sejarah pembangunan jalan raya Anyer hingga Panarukan sepanjang 1.100 km yang diprakarsai Gubernur Hindia Belanda Herman Willem Daendels juga mengundang perdebatan sengit.

Dalam sejarah populer Indonesia, Daendels dikenal sebagai sosok yang kejam karena menerapkan sistem kerja paksa atau kerja keras tanpa dibayar.

Namun kini konon sistem kerja paksa yang digunakan pada masa Daendels tidak pernah terjadi. Dengan kata lain, Daendels membayar upah para pekerja.

Lantas, benarkah Daendels yang membayar upah buruh?

Menanggapi hal tersebut, sejarawan Asvi Varman Adam menegaskan, memang benar Daendels membayar gaji para pekerja. Ia mengatakan, sejarah pembangunan Tol Anier-Panarukan diteliti oleh sejarawan Joko Marihandono.

Ia mengatakan Daendels dikirim ke Jawa oleh pemerintah Prancis yang saat itu menguasai Belanda. Jadi apa yang dilakukan Daendels di Jawa sebenarnya tercatat dan terekam di arsip.

Ini yang diinginkan Joko Marihandono, ujarnya saat dikonfirmasi wartawan untuk terakhir kalinya.

Katanya, uang yang dibayarkan Daendls dinodai oleh pihak-pihak yang lalai. Namun tidak jelas berapa jumlah uang yang dikeluarkan.

“Pekerja dibayar. “Saya tidak tahu berapa persentasenya yang busuk,” imbuhnya.

Di sini saya ingin menegaskan bahwa gambaran buruk yang tertulis dalam sejarah Indonesia adalah tidak benar, ujarnya.

Sementara itu, sejarawan Universitas Teknologi Nanyang Christopher Rinehart mengatakan Daendels memiliki anggaran untuk pembangunan proyek tersebut.

Dia mengatakan, catatan terkait pembiayaan proyek itu bisa ditelusuri. Namun belum ditemukan dokumen atau dokumen terkait aliran uang dari Daendels ke bawah.

Menurutnya, proyek pembangunan jalan tersebut dikuasai langsung oleh pemerintah kolonial. Jadi tidak ada Bupati yang bertanggung jawab, ada pembicaraan korupsi pembiayaan proyek.

Ia mengaitkan permasalahan tersebut dengan citra Daendels yang sangat anti korupsi.

Bisa dibayangkan kalau bupati atau pejabatnya korup dalam proyek yang dipimpinnya, bisa saja orang itu dipenggal, kata Reinhart.

Lanjutnya, selama mengerjakan proyek jalan Anier hingga Sirebon, Daendels masih memiliki dana. Namun untuk melanjutkan proyek jalan Sirebon hingga Panarukan, Daendels meminta biaya kepada bupati.

Untuk membahas hal tersebut, Daendels mengundang 40 bupati ke kediaman gubernur pantai timur Jawa pada tanggal 28 April 1808 di Semarang. Dalam pertemuan itu, dia mengatakan pemerintah kolonial kehabisan uang.

Pada masa itu bupati wakil sultan berhak membayar pajak yaitu pajak tanah dan pajak tenaga kerja yang berupa kerja wajib bagi bupati. Daendels melihat hal ini bisa dimanfaatkan untuk memajukan proyek tersebut.

Daendels meminta agar kredit pajak bupati dialihkan untuk memajukan proyek jalan tersebut. Kebingungan mengenai pelaporan kerja paksa muncul seiring dengan berjalannya perjanjian tersebut.

“Jadi kalau mereka bilang itu kerja paksa, itu salah,” ujarnya.

Setelah pekerjaan selesai pada tahun 1810, jalan tersebut digunakan untuk pertahanan dan transportasi. Oleh karena itu, Tol Anier-Panarukan kini dinamakan Jalan Raya Pos.

By ditphat

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *