
JAKARTA, ditphat.net – Mobil musik Indonesia (WAMI) mengungkapkan berbagai tantangan dalam mengumpulkan dan mendistribusikan royalti untuk penulis lagu. Salah satu hambatan terpenting yang mengkhawatirkan adalah membangun kepercayaan diri di berbagai pihak yang terlibat dalam ekosistem musik di Indonesia.
Direktur Presiden WAMI, Adi Adrian, menjelaskan bahwa masih ada banyak pihak yang mempertanyakan transparansi dalam distribusi royalti. Ini termasuk kedua anggota WAMI, yaitu musisi dan penulis lagu, serta mereka yang melakukan pembayaran royalti. Gulir.
“Tantangan kami yang paling penting adalah mendapatkan kepercayaan diri, tidak hanya dari anggota, tetapi juga dari mereka yang membayar. Mereka sering bertanya,” Ketika pembayaran ini benar -benar tidak benar? “Adi mengatakan pada konferensi pers yang diadakan di daerah Cipete, Sør -jakarta, Rabu, 5 Februari 2025.
Dalam upaya untuk memastikan keterbukaan dan akurasi dalam distribusi royalti, WAMI telah mengembangkan sistem berbasis teknologi yang disebut Atlas. Adi berpendapat bahwa dengan kehadiran sistem ini, bangsawan dapat didistribusikan secara adil kepada penulis lagu dari lagu yang memiliki hak untuk menerimanya.
“Kami memastikan bahwa royalti benar -benar mencapai pesta yang tepat. Untuk itu kami telah membangun sistem yang memungkinkan distribusi berjalan dengan baik,” jelasnya.
Selain itu, ADI menekankan bahwa WAMI berkomitmen untuk berurusan dengan royalti transparansi penuh untuk menghindari risiko yang dapat membahayakan masyarakat. Oleh karena itu, sistem Atlass diharapkan menjadi solusi yang efektif untuk memastikan keakuratan distribusi royalti ke pemegang lisensi.
Sebelumnya, WAMI telah memperkenalkan sistem Atlas sebagai langkah maju untuk meningkatkan efektivitas menyeret kerajaan bagi penulis lagu, penulis lagu, dan pemegang hak lainnya. Sistem ini dirancang untuk memastikan bahwa distribusi royalti dilakukan dengan lebih akurat dan adil.
Adi menjelaskan bahwa Atlas adalah hasil dari pengembangan dalam beberapa tahun terakhir. Namun, proses implementasi telah mengalami hambatan karena kebutuhan untuk penyesuaian data yang terus diperbarui.
“Sistem ini terus tumbuh. Sebelumnya, kami menggunakan sistem DivA, kemudian beralih ke Atlas. Proses migrasi ini membutuhkan penyesuaian data dan peningkatan yang berbeda untuk berfungsi secara optimal,” pungkasnya.