Jakarta, ditphat.net – Pengguna media sosial dikejutkan dengan klaim bahwa cacar monyet atau Mpox disebabkan oleh vaksin COVID-19. Kabar terkini juga menyebutkan bahwa munculnya Mpox disebabkan oleh rusaknya sistem kekebalan tubuh akibat vaksin COVID-19.
Hal-hal tersebut semakin meningkat, Juru Bicara Kementerian Kesehatan Indonesia (Kemenekes) Dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH angkat bicara.
Mohammad Syahril menjelaskan Mpox dan COVID-19 merupakan dua penyakit yang berbeda.
Mpox sendiri, kata Syahril, muncul jauh sebelum munculnya SARS-CoV-2 penyebab COVID-19, dan vaksin COVID-19. Mari kita terus menganalisis keseluruhan cerita di bawah ini.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kasus Mpox pertama dilaporkan di Republik Demokratik Kongo pada tahun 1970.
“Mpox dan COVID-19 adalah dua penyakit yang berbeda. Sebelum COVID-19, Mpox sudah ada. Mpox konon sudah ada sejak tahun 1970 dan ditemukan di Afrika bagian barat dan tengah seperti Afrika Selatan, Pantai Gading, Kongo, Nigeria, dan Uganda.” Di sana (Mpox) terus ada, tapi tidak bertahap,” kata Syahril dalam keterangannya, Jumat, 6 September 2024.
Syahril juga mengungkapkan, pada 23 Juli 2022, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) untuk Mpox.
Saat itu kasus Mpox tercatat di Indonesia sebanyak satu kasus, berlanjut pada tahun 2023 dan pada 11 Mei WHO mencabut keadaan darurat tersebut.
Pada 14 Agustus 2024, WHO menyatakan Mpox sebagai PHEIC setelah meningkatnya kasus di Afrika Tengah dan Barat, khususnya di Republik Demokratik Kongo dan beberapa negara di Afrika.
Selain itu, kasus Mpox juga pernah dilaporkan di negara-negara di luar Afrika.
Melihat sejarah kemunculan Mpox jauh sebelum pandemi COVID-19, Syahril menegaskan penyakit tersebut tidak ada hubungannya dengan efek vaksin COVID-19.
Oleh karena itu, penyakit Mpox tidak bisa dikatakan disebabkan oleh vaksin COVID-19. Ini tidak ada hubungannya, tegasnya.
Mpox adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Mpox (MPXV), sejenis Orthopoxvirus. Virus MPXV ada dua golongan, yaitu Clade I (dengan subclade Ia dan Ib) dan Clade II (dengan subclade IIa dan IIb). Clade Ia dan Ib memiliki profil klinis yang lebih parah dibandingkan Clade II.
Selama periode 2022–2023, epidemi Mpox global disebabkan oleh strain Clade IIb. Saat ini, mayoritas kasus di Republik Demokratik Kongo dan negara lain disebabkan oleh Clade Ia dan Ib.
Bahaya Terkena Mpox
Mohammad Syahril mengingatkan, penularan virus Mpox antar manusia bisa terjadi melalui kontak langsung. Berdasarkan laporan Mpox yang terkonfirmasi di seluruh dunia, sebagian besar dari mereka terpapar pada LSL atau laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki.
Namun, kasus Mpox yang terkonfirmasi juga dapat ditemukan pada kelompok orang di luar LSL. Faktanya, anak-anak bisa tertular Mpox jika melakukan kontak dekat dengan penderita virus Mpox.
Kontak langsung bisa berupa jabat tangan, jabat tangan, dan hubungan seks. Dalam laporan penyakit Mpox di negara-negara di dunia, biasanya ditemukan pada laki-laki, sekitar 96 persen adalah laki-laki dan 60 persennya LSL,” jelas Syahril.
Namun, kata Syahril, ada juga orang di luar kelompok yang tertular sehingga ada orang lain yang ikut sakit.
“Mpox bisa menyerang siapa saja, termasuk anak-anak, jika tinggal bersama orang tua atau pembantu rumah tangga yang tertular Mpox. Virusnya bisa tertular dari sprei, bantal, handuk, dan sebagainya,” ujarnya.
Terkait dengan FAQ (Frequently Asked Questions) Kementerian Kesehatan RI tahun 2024, penularan virus Mpox bisa dilakukan secara langsung pada daerah terjangkit.
Kontak langsung dapat terjadi melalui cairan tubuh seperti cairan, nanah, atau darah dari lesi atau lesi kulit atau kulit orang yang terinfeksi.
Kelompok Rentan Prioritas
Mpox adalah orang yang tinggal serumah atau memiliki riwayat seksual, termasuk berhubungan seks, dengan orang yang terinfeksi. Orang yang berganti-ganti pasangan dan berganti-ganti pasangan memiliki risiko lebih tinggi terkena Mpox.