ditphat.net – Salah satu syarat sahnya perkawinan adalah adanya wali. Tanpa wali, calon mempelai wanita tidak bisa menunaikan akad nikah.
Namun dalam realitas kehidupan di masyarakat, kita sering menjumpai seorang anak perempuan yang tinggal bersama ayah tirinya dan terkadang merasa bahwa ayah tirinya lebih mempunyai hak untuk menjadi wali anak perempuannya; Ayah tiri ini merawatnya sejak kecil. masa dewasa.
Berdasarkan pemberitaan di situs Kepresidenan Agama pada Senin, 4 Maret 2024, hukum Islam telah menentukan kriteria orang yang berhak menjadi wali. Pada umumnya wali berhak mengawini anak perempuan yang mempunyai hubungan darah dengan anak tersebut.
Urutan keutamaan para wali yang berhak menikahkan seorang wanita dijelaskan oleh Imam Abu Suca’ dalam Metanu’l-Ghayah wa Taqrib (Surabaya, Al-Hidayah: 2000):
“Orang tua kandung adalah ayah, kakek, saudara tiri dari pihak ibu, saudara tiri dari pihak ayah, anak dari saudara tiri dari pihak ibu, anak dari paman, paman dan anak dari paman. Jika para sahabat tidak mempunyai ahli waris, maka yang dominan adalah walinya.’
Dalam hukum Islam, kehadiran ayah tiri sama sekali tidak dianggap sebagai wali suami-istri karena ia tidak termasuk dalam daftar prioritas wali suami-istri.
Namun ayah tiri mempunyai pilihan untuk menjadi wali melalui surat kuasa (tewkil). Wali utama wanita memberikan hak asuh tambahan kepada ayah atas pernikahan tersebut.
Sebagaimana dijelaskan oleh Abu Hasan Ali al-Mawardi dalam bukunya al-Hawi al-Kabir (Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah: 1999).
“Adapun perwakilan perwalian, tidak diperbolehkan kecuali memenuhi syarat-syarat yang diperlukan: laki-laki, dewasa, mandiri, beragama Islam, dan berakal. Jika syarat-syarat itu terpenuhi, maka sah untuk mewakilinya.”
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang ayah tiri dapat memperoleh hak asuh apabila memenuhi syarat-syaratnya. Tentu saja pengalihan tersebut harus dilakukan dengan klausul penugasan yang sah sesuai dengan ketentuan hukum Islam.
Hal ini juga berlaku bagi orang yang bukan ayah tiri, seperti ayah angkat, guru, atau orang yang bukan wali utama. Namun hal utama yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa penugasan ini dilakukan atas dasar perpindahan, yaitu keberadaan pihak yang menyerahkan dalam hal ini wali utama harus benar-benar ada.
Dengan kata lain, menurut hukum Islam, ayah tiri tidak dapat menjadi wali suatu perkawinan kecuali ia mendapat perwalian dari wali utama.