Jakarta, VIWA – Belakangan ini muncul perdebatan mengenai penerapan sertifikasi halal pada truk logistik di Indonesia.
Aturan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Jaminan Produk Halal Nomor 33 Tahun 2014 (UU JPH) yang menyatakan bahwa produk yang masuk, diolah, dan dijual di Indonesia harus bersertifikat Halal, termasuk ruang lingkup pelayanannya.
Sertifikasi halal terhadap jasa yang dimaksud juga tertuang dalam Pasal 135 Peraturan Pemerintah (G.R.) Nomor 39 Tahun 2021 yang mencakup jasa komersial yang berkaitan dengan penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, distribusi, penjualan, dan penyajian.
Sertifikasi halal pada jasa logistik akan menjamin produk halal tetap halal sepanjang proses transportasi, penyimpanan, dan distribusi.
Diharapkan dengan sertifikasi Halal di bidang logistik, pelaku usaha dapat dengan mudah mengatur ketertelusuran jalur distribusi, transportasi, dan penyimpanan.
Mengetahui hal tersebut, Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) merasa keberatan karena aturan tersebut dinilai kurang tepat dan kurang jelas bagi sebuah perusahaan transportasi logistik.
“Saat ini banyak beredar rumor mengenai sertifikasi halal perusahaan angkutan truk logistik, dan kami sebagai pengusaha dibuat bingung dengan pembicaraan mengenai peraturan ini yang kabarnya akan mulai berlaku pada 17 Oktober mendatang,” kata Wakil Sekjen Agus Pratikno. . Dari Aptrindo. Dewan Pengurus Pusat saat dihubungi ditphat.net baru-baru ini.
Dia mengatakan, yang harus didokumentasikan halal dan haram adalah barang yang diangkut dengan truk logistik, bukan dengan kendaraan.
“Sebagai seorang muslim mungkin yang dimaksud halal dan haram adalah apa yang masuk ke dalam tubuh, seperti makanan. Jika truk sangat mobile, bagaimana kita bisa menjamin apakah truk tersebut haram atau halal? Agus mengatakan, ini harusnya pangan bersertifikat, bukan alat transportasi.
Menurut Agus, tantangan yang mungkin dihadapi pengusaha truk logistik menghadapi wacana regulasi ini adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan sertifikasi.
“Tantangan terbesar bagi kami para wirausaha adalah untuk mendapatkan sertifikasi Halal, para wirausaha harus mengeluarkan biaya jutaan hingga puluhan juta rupiah,” ujarnya.
Dia menambahkan: “Untuk alasan apa? Biaya sertifikasi bergantung pada ukuran perusahaan. Tidak peduli apakah perusahaan itu kecil atau besar, semakin besar bisnisnya, semakin mahal sertifikasinya.”
Agus juga mengatakan, perusahaan logistik yang melakukan pengangkutan kargo bertugas untuk mendapatkan berbagai izin. Ia juga menyarankan agar sertifikasi ada pada manajemen keamanan.
“Sebagai perusahaan angkutan logistik, kami sangat kesulitan perizinan. “Daripada sertifikasi transportasi, sertifikasi manajemen keselamatan lebih penting karena fokusnya pada pelatihan pengemudi,” ujarnya.