ditphat.net – Gelar Sarjana merupakan sebuah gelar bergengsi dan menjadi kebanggaan. Setidaknya dibutuhkan waktu empat tahun untuk menyandang gelar akademik ini.
Mahasiswa harus melalui perjuangan berat untuk memahami dan memperdalam materi perkuliahan untuk memberikan ilmu setelah lulus. Mereka juga dilatih untuk memiliki berbagai keterampilan terkait sehingga dapat memberikan dampak bagi perusahaan tempat mereka akan bekerja atau wilayah dan negara secara keseluruhan.
Usaha para mahasiswa nampaknya sia-sia untuk bisa mengenakan gaun dan resmi mendapat gelar sarjana. Usai sebuah video yang diunggah di TikTok, tampak seorang siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) yang mengenakan gaun lengkap dengan selendang bertuliskan MIPA yang tertulis di belakang namanya, Selfiia Devita Sari, MIPA.
Aksi tersebut sontak membuat heboh karena menimbulkan keluh kesah warganet akibat banyaknya tafsir penggunaan judul MIPA yang tidak tepat. Ingatlah bahwa MIPA adalah jurusan universitas yang mencakup program studi formal seperti Matematika, Kimia, Fisika dan lain-lain. Nantinya mahasiswa MIPA akan mengambil MSc atau Bachelor of Science. Sedangkan di bidang video viral, MIPA mengacu pada jurusan SMA yaitu Matematika dan IPA.
Banyak netizen yang mengkooptasi (menjahit) video viral tersebut dengan mengutarakan pendapatnya mengenai buku teks dan esai yang dibuat menjadi tidak berguna karena siswa SMA dapat dengan mudah menggunakan gelar Matematika dan Sains. Pengguna TikTok @istannwi tidak setuju dengan penggunaan tindakan MIPA oleh siswa sekolah menengah.
Istri asal Universitas Indonesia ini menjelaskan pandangan pacarnya yang berprofesi sebagai akademisi di salah satu universitas negeri di Indonesia. Pacarnya juga pernah menjadi dosen tamu, peneliti dengan puluhan publikasi penelitian, dan memiliki startup edu-tesch.
“Aku bertanya kepadamu (pacarmu) tentang sudut pandangmu terhadap budaya orang-orang yang memiliki peluang kelulusan SMA, SMK, SMP, SD dalam budaya siswa SMA tersebut. Itu memberikan sudut pandang yang menurutku sangat menarik. Tapi karena tidak punya TikTok, saya jelaskan,” kata @itsannwi.
Dari sudut pandang orang tersayang yang berkecimpung di bidang pendidikan, upacara wisuda SMA bukan sekedar pesta atau hajatan. Ini memiliki makna yang lebih dalam dari itu. Proses kelulusan sarjana dipandang sebagai ajang inisiasi seorang mahasiswa untuk menjadi mahasiswa.
Menjadi mahasiswa berarti seseorang telah memahami dan memiliki kemampuan penelitian serta kemampuan yang mendalam pada bidang yang ditekuninya, yaitu jurusan yang diperolehnya selama kuliah di universitas.
Sedangkan jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah atas merupakan pendidikan minimal atau pendidikan dasar wajib yang harus diperoleh setiap warga negara Indonesia sesuai anjuran pemerintah. Amanat wajib belajar tertuang dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
TikTokers juga menyebut proses pemindahan tali toga dari kiri ke kanan merupakan proses yang bersih. Karena itu setara dengan mahasiswa kedokteran yang mengucapkan sumpah Hipokrates setelah mendapat gelar kedokteran.
Dijelaskan laman FKG Universitas Airlangga, Sumpah Hipokrates atau Sumpah Hipokrates merupakan sumpah yang diucapkan para dokter atas prinsip etika untuk dimintai pertanggungjawaban dalam menjalankan praktek secara profesional.
“Nah, bayangkan saja, asyik saja mengucapkan sumpah Hipokrates di lapangan. Jadi, KENAPA (Ikatan Dokter Indonesia) marah atau tidak?”
Lebih lanjut beliau menjelaskan grafik tingkat pendidikan Indonesia tahun 2022. Grafik tersebut menunjukkan bahwa jumlah lulusan Strata-1 relatif sedikit.
“Untuk sarjana, hanya SMA, bukan Magister atau PhD, belum lagi anak Indonesia yang mengambil kursus di luar negeri atau magister di luar negeri, hanya 4,39 persen,” imbuhnya.
Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak semua orang di Indonesia mempunyai kemampuan atau kesempatan untuk menjadi pelajar. Oleh karena itu, siswa harus menghormati dan dihormati.
Hal ini menjelaskan hasil yang dapat terjadi ketika masyarakat memenuhi persyaratan kelulusan untuk siswa SMA, SMK, SMP, dan SD yang serupa dengan proses kelulusan formal. Dampaknya, masyarakat menganggap gelar sarjana tidak setara dengan tamatan sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Padahal, mahasiswa harus dilihat sebagai aset negara yang berperan penting dalam pembangunan negara.
“Mereka (semua) berpikir ‘Oh, kamu siswa SMA, kamu seorang pelajar, itu biasa saja. “Nggak ada bedanya sama orang-orang yang lulusan SMA dan SMK seperti itu,” imbuh @itsannwi.
Ditegaskannya, permasalahan utama pemanfaatan ilmu MIPA oleh siswa SMA bukanlah persoalan membandingkan kesulitan dan kompleksitas pengerjaan kurikulum yang menjadi landasan kelulusan siswa sebagai magister dengan jenjang SMA yang seharusnya. hanya diuji untuk lulus.
Permasalahan yang lebih luas adalah pola pikir banyak masyarakat Indonesia yang tidak memandang siswa SMA sebagai aset penting bagi kemajuan negara. Maka kemudian akan muncul gagasan kesetaraan atau tidak adanya perbedaan besar antara siswa SMA dan siswa SMA serta siswa SMA yang bekerja.
Pasalnya, upacara inisiasi siswa SMA menjadi siswa hanya dianggap sebagai lelucon dan pesta. Bukan momen sakral yang menunjukkan komitmen mahasiswa untuk menjadikan ilmu yang dimilikinya sebagai praktik profesional untuk mendukung kemajuan negara.