Jakarta, ditphat.net – Negara-negara berkembang dan rentan mengupayakan kejelasan komitmen pendanaan iklim pada Konferensi Para Pihak Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (COP29) ke-29, yang akan diselenggarakan pada 11-22 November 2024 di Baku, Azerbaijan.
Sejauh ini, negara-negara maju telah menyumbang 80 persen emisi global, sehingga mereka harus meningkatkan pendanaan iklim untuk negara-negara miskin dan berkembang sejalan dengan prinsip pencemar membayar.
“Keterlambatan dalam memobilisasi dana akan semakin membahayakan kesejahteraan kelompok rentan dan semakin menjauhkan kita dari tujuan membatasi kenaikan suhu bumi hingga 1,5 derajat Celcius,” kata Kepala Departemen Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Keadilan Iklim Indonesia. Tengah. untuk hukum lingkungan hidup. (ICEL), Siaharani, Jumat 22 November 2024.
Berdasarkan Perjanjian Paris (2015), negara-negara maju dalam Annex I dan II wajib membayar pendanaan iklim sebagai bentuk prinsip common but Differentiation Responsibility (CBDR).
Banyak pihak yang berharap COP29 dapat menyepakati komitmen pendanaan yang mencakup tiga pilar aksi iklim, yaitu mitigasi, adaptasi, dan kerugian dan kerusakan yang sejalan dengan kebutuhan global.
COP29 disebut juga COP Finance karena pembahasan utamanya adalah mobilisasi pendanaan iklim. Salah satu target pendanaan baru dalam pertemuan tersebut adalah New Collective and Quantified Target (NKCG).
Namun di awal pembahasan, rancangan target pendanaan baru tersebut ditolak oleh negara G-77 karena dinilai tidak sesuai harapan. Hal ini tentu membuat komitmen mobilisasi pendanaan iklim masih jauh dari tujuan pertemuan.
Kewajiban pendanaan adalah masalah yang rumit. Sejak tahun 2009, melalui Perjanjian Kopenhagen, negara-negara maju telah sepakat untuk menyediakan dana iklim kolektif senilai $100 miliar per tahun untuk membantu negara-negara miskin dan berkembang.
Namun, kewajiban ini sulit untuk dilaksanakan karena sifat Perjanjian yang tidak mengikat. Besaran pendanaan iklim dalam perjanjian tersebut juga masih jauh dari kebutuhan.
Berdasarkan perhitungan terbaru, pendanaan iklim membutuhkan setidaknya $8 triliun per tahun pada tahun 2030. Siaharani percaya bahwa pendanaan iklim bukan hanya tentang mendapatkan uang, namun juga tentang mendapatkan pendanaan yang tepat.
Saat ini, hampir 90 persen pendanaan iklim global diarahkan untuk mitigasi, meskipun kerugian ekonomi akibat perubahan iklim diperkirakan mencapai $447-894 miliar per tahun pada tahun 2030. “Ini belum termasuk kerugian non-ekonomi,” jelasnya.
Namun demikian, perlu diperhatikan sumber dan jenis pembiayaannya, karena sebagian besar pembiayaan iklim yang rencananya akan diberikan kepada negara berkembang sebagian besar bersifat konsesi atau kredit.
“Indonesia harus memperjuangkan indikator pembiayaan berkelanjutan. Hal ini penting agar investasi swasta, terutama pada proyek infrastruktur besar, atas nama adaptasi perubahan iklim, tidak justru memperburuk kesenjangan, ketidakadilan, atau menambah beban utang negara,” ujarnya. dia menjelaskan.
Bukan itu saja. Indonesia juga harus memiliki mekanisme keuangan untuk memastikan tidak ada penyaluran dana iklim dan lingkungan kepada pihak-pihak yang merusak ekosistem dan keanekaragaman hayati serta melanggar hak asasi manusia (HAM).
“Indonesia memerlukan kebijakan yang kuat untuk membangun mekanisme pendanaan iklim yang adil bagi para pelaku rentan, termasuk masyarakat adat dan komunitas lokal, petani dan nelayan kecil/tradisional, pekerja, perempuan, penyandang disabilitas, dan generasi muda,” ujarnya.
Direktur Dana Nusantara Ode Rakhman mengatakan penyaluran dana iklim harus menjadi prioritas bagi masyarakat adat dan komunitas lokal sebagai garda depan dalam menjaga, melindungi, dan mengelola ekosistem alam sebagai ruang hidup dan sumber penghidupan mereka. Saat ini pendanaan isu iklim bagi masyarakat adat dan lokal masih sangat minim.
“Pendanaan langsung kepada masyarakat adat dan komunitas lokal merupakan cara yang paling efektif dibandingkan mekanisme pendanaan lainnya, seperti dana desa,” ujarnya. Nusantara Fund mendukung 157 inisiatif masyarakat adat dan komunitas lokal di Indonesia senilai US$950.000 dari Januari hingga Oktober 2024.
Pada akhir bulan ini, Nusantara Fund akan mendistribusikan tambahan dana langsung sebesar $600.000 untuk mendukung sekitar 90 inisiatif masyarakat adat dan komunitas lokal di Indonesia.