Heboh Dicabut Heru Budi, Ini Perbedaan KJMU dan KJP Plus yang Sedang Jadi Sorotan

JAKARTA – Kabar rencana Pemprov DKI membatalkan Kartu Mahasiswa Berprestasi Jakarta (KJMU) tersebar luas di media sosial X (twitter).

Ada pula yang mengaku tiba-tiba dipecat oleh KJMU. Mereka pun menyalahkan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Heru Budi Hartono atas tindakan tersebut.

“Apakah Anda terkejut dengan kebijakan baru gubernur Anda sendiri yang mencabut beasiswa bagi mahasiswa internasional yang berusia lebih dari 4 semester? Padahal aturan pertama diberikan sampai lulus. Inilah masalahnya. Kampus terancam tidak dapat KJMU,” kata X @ yellowmycat.

Dinas Pendidikan DKI Jakarta mengangkat isu KJMU. Ia mengatakan, untuk memastikan munculnya penerima Kartu Jakarta Pintar atau KJP Plus dan KJMU, Plt Kepala Kementerian Pendidikan DKI Jakarta Purwosusilo Kementerian Pendidikan (Kemensos) menggunakan Data Kesejahteraan Sosial Komprehensif (DTKS). Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Dengan mengandalkan data, KJMU dan KJP Plus dapat menjangkau pelajar atau pelajar dari keluarga tidak mampu sehingga dapat menyelesaikan pendidikannya, kata Purvasusilo mengutip Antara di Sukabumi.

Lantas, apa bedanya KJMU dan KJP Plus?

KJMU merupakan program strategis Pemprov DKI berupa hibah untuk meningkatkan mutu pendidikan bagi peserta didik dari keluarga berpenghasilan rendah yang berhak menyelesaikan pendidikan Diploma (D3/D4) atau Sarjana (S1). Dan tepat pada waktunya.

Sejak awal September 2016, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahuki menjabat sebagai penguasa KJMU. Sebagai orang pertama di DKI Jakarta, Anis Baswedan melanjutkan program tersebut.

Hingga akhir tahun 2022, terdapat 16.708 mahasiswa yang terdaftar di KJMU Tahap 2 di 110 PTN, termasuk UI Indonesia dan UIN Syarif Hidayatullah.

Penerima KJMU berhak mendapatkan bantuan keuangan sebesar Rp15 juta per bulan atau Rp9 juta per semester. Dana ini diperuntukkan untuk biaya bantuan pribadi seperti biaya hidup, transportasi dan pembukuan.

Sedangkan KJP Plus merupakan program yang menyasar warga DKI Jakarta usia 6-21 tahun dari keluarga kurang mampu yang dapat menyelesaikan wajib belajar 12 tahun atau program peningkatan keterampilan terkait.

Bantuan keuangan KJP Plus digunakan untuk kebutuhan siswa, seperti uang saku, transportasi, pakaian dan perlengkapan sekolah, alat dan/atau bahan, serta buku dan alat bantu belajar.

Selain itu, manfaat KJP Plus dapat digunakan untuk pembelian bahan pangan bersubsidi, alat bantu dengar, kacamata, kalkulator ilmiah, komputer/laptop bahkan sepeda.

Rincian pembiayaan KJP Plus berdasarkan jenjang pendidikan sebagai berikut: Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Menengah (MI)/Sekolah Dasar (SDLB)

– Biaya jalur: Rp 135.000 per bulan.

– Biaya reguler: Rp 115.000 per bulan.

– Biaya pendidikan sekolah swasta: Rp 130.000.000 SMP/Madrasah Tsanawiyah (MTs)/Sekolah Menengah Pertama (SMPLB).

– Biaya jalur: Rp 185.000 per bulan.

– Biaya reguler: Rp 115.000 per bulan.

– Biaya pendidikan sekolah swasta : Rp 170.000.000 (SMA) / Madrasah Aliyah (MA) / SMA / SMA.

– Biaya jalur: Rp 235.000 per bulan.

– Biaya reguler: Rp 185.000 per bulan.

– Biaya sekolah sekolah swasta: Rp 290.000.

– Biaya jalur: Rp 235.000 per bulan.

– Biaya reguler: Rp 215.000 per bulan.

– Biaya sekolah sekolah swasta: Rp 240.000.

– Biaya jalur: Rp 185.000 per bulan.

– Biaya berulang KJP Plus: Rp 100.000 per bulan.

Plt Gubernur DKI Heru Budi Hartono menjelaskan, penerima KJP Plus dan KJMU harus mematuhi persyaratan, ketentuan, dan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

“Kalau memenuhi syarat dan memenuhi syarat, ada mekanisme gotong royong, bisa diperiksa kembali oleh dinas sosial, lalu ada dewan desa,” kata Heru, Rabu, 3 Maret, di Balai Kota DKI. di Jakarta Pusat. 6 Agustus 2024.

Heru memastikan KJP Plus dan KJMU akan disalurkan tepat sasaran. Pencairan akan dilakukan sesuai DTKS pada bulan Februari dan November 2022 dengan proyek sesuai yang disetujui Kementerian Sosial hingga Januari dan Desember 2023.

Data tersebut kemudian dicocokkan dengan data Daftar Sosial Ekonomi (Regsosek) untuk memilih bantuan sosial untuk biaya pendidikan. “Kalau sudah berjalan tidak ada yang berhenti, tapi tergantung kondisi,” kata Heru.

By ditphat

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *