ditphat.net Edukasi – Dalam konteks industri budaya digital yang dinamis, pesan media sosial lebih dari sekedar ekspresi, menciptakan konten untuk mengumpulkan pengikut dengan mewujudkan nilai ekonomi dalam bentuk barang melalui prinsip monetisasi masyarakat secara cermat.
Hal ini diungkap tim peneliti Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buena dalam penelitiannya yang bertajuk Representasi Krisis Budaya di Media Sosial sebagai Realitas Ekonomi Baru dalam Industri Budaya.
Tim peneliti dipimpin oleh Associate Professor Dr. Dr. Ahmed Mulyana, M.Si yang juga Ketua Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Mercu Buana menganalisis secara kualitatif konten dua tokoh media sosial terkenal; Terutama Bunda Korla dan Nikita Mirzani.
Dengan menggunakan konstruksi paradigma kritis, penelitian ini berupaya menggali kerja ideologis di balik konten digital berupa kekerasan verbal yang berpotensi mengganggu norma dan nilai budaya suatu masyarakat.
Mulyana, Kamis (19/3/2024) mengatakan: “Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan mengidentifikasi krisis budaya seperti depresi mental dan pencemaran ruang internal akibat penggunaan bahasa vulgar dan vulgar di media sosial.
Hasil penelitian yang dipublikasikan Journal of Theoretical and Applied Information Technology menunjukkan bahwa bahasa vulgar di platform seperti Bunda Korla dan Nikita Mirzani mencakup kata-kata cabul, kategori rasis, kata-kata kotor, pelecehan, dan cyberbullying, yang mewakili berbagai jenis konten. Dalam Lanskap Budaya Digital.
Penciptaan konten semacam itu mempunyai dampak signifikan terhadap tatanan ekonomi dan budaya masyarakat, yang berkembang seiring kemajuan teknologi dan perubahan tren konsumen. Seluruh operasi industri budaya mengubah motif keuntungan yang tidak senonoh menjadi bentuk budaya. Bentuk-bentuk budaya ini telah memperoleh kualitas ini sejak pertama kali mereka mulai melayani pembuatnya sebagai barang pasar.
“Industri budaya mempunyai peran penting dalam menciptakan konten yang mencerminkan keragaman budaya secara sensitif dan adil. Dekan UMB Ficom menambahkan: “Tantangannya adalah mencapai keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab sosial untuk menghindari krisis budaya.”
Anak-anak diingatkan akan pentingnya etika dan kesadaran budaya. Penggunaan bahasa yang etis dan kesadaran akan konteks budaya sangat penting untuk menciptakan pesan yang menarik dan menarik dengan tetap menghormati nilai-nilai budaya yang sopan.
Selain Prof.Dr. Ahmad Mulyana, M. C. (UMB) selaku ketua tim, Devi Sad Tanti, M.Ikom (UMB), Dr. Amina Swarnavatiri, M. C., (UMJ) dan Ph.D. Irmulanasati Tomohardjo (UMB), M. C.