Surabaya, ditphat.net – Permasalahan food waste di restoran menjadi permasalahan serius di berbagai negara, termasuk Indonesia. Limbah makanan yang dihasilkan di sektor ini sangat besar baik dari segi kuantitas maupun dampaknya terhadap lingkungan.
Berdasarkan berbagai penelitian, sisa makanan dari restoran menyumbang sebagian besar dari total sisa makanan, dan hal ini menjadi masalah yang semakin mendesak dalam menghadapi tren konsumsi makanan yang semakin meningkat.
Sampah makanan di restoran dapat muncul dalam berbagai tahapan: bahan mentah yang tidak terpakai, makanan yang tidak terjual, sisa makanan yang ditinggalkan pelanggan. Setiap langkah tersebut menyumbang jumlah pemborosan yang cukup besar, terutama pada restoran dengan skala usaha menengah hingga besar atau pada restoran buffet yang menyajikan banyak pilihan menu.
Ironisnya, makanan yang terbuang ini seringkali masih bisa dimakan namun berakhir di tempat pembuangan sampah karena standar kualitas atau ketidakmampuan restoran dalam mengolah kelebihan makanan tersebut.
Penyebab utama tingginya tingkat sampah makanan di restoran antara lain kesalahan perencanaan, kebiasaan konsumen, dan kurangnya kesadaran dalam pengelolaan persediaan makanan. Banyak restoran lebih memilih menyajikan makanan dalam porsi besar untuk menarik pelanggan, namun hal ini sering kali menyebabkan banyak sisa makanan.
Selain itu, perkiraan penjualan yang tidak akurat dapat menyebabkan terbuangnya makanan dalam jumlah besar, terutama pada hari-hari ketika jumlah pelanggan tidak sesuai perkiraan.
Dampak permasalahan sampah makanan ini tidak hanya berdampak pada lingkungan saja, namun juga berdampak pada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Dari sudut pandang lingkungan, sampah makanan yang membusuk di tempat pembuangan sampah menghasilkan metana, gas rumah kaca yang dapat memperburuk pemanasan global.
Dari segi ekonomi, biaya produksi makanan yang terbuang menjadi beban tambahan bagi restoran, mengingat harga makanan mentah akan terus meningkat. Sementara itu, dari sudut pandang sosial, permasalahan ini menimbulkan ketimpangan, karena banyak masyarakat yang membutuhkan pangan atau bahkan hidup dalam kerawanan pangan.
Beberapa solusi telah diterapkan sejumlah restoran dan aktivis lingkungan untuk mengurangi dampak sampah makanan. Salah satunya adalah apa yang dilakukan Food Guard. Garda Pangan adalah organisasi sosial yang didirikan oleh Kevin Gani di Surabaya pada tahun 2017 dan menjadi pionir dalam upaya melawan sampah pangan dan kesenjangan pangan.
Organisasi ini mengusung konsep social enterprise yang artinya tidak hanya fokus pada dampak sosial saja, namun juga memiliki model bisnis yang berkelanjutan. Fokus utama Garda Pangan adalah memanfaatkan kelebihan bahan pangan yang dapat dimakan dari restoran, hotel, dan mal.
Makanan yang sebelumnya berpotensi menjadi sampah ini dikumpulkan dan didistribusikan kepada masyarakat yang membutuhkan, sehingga secara langsung bermanfaat bagi mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Sejak awal berdirinya, Garda Pangan telah mampu mendistribusikan lebih dari 577.000 bahan pangan kepada hampir 28.000 penerima. Penerima manfaat ini berasal dari berbagai kalangan, mulai dari anak jalanan, pemulung, pekerja informal hingga lansia. Setiap porsi makanan yang dibagikan bertujuan untuk mendukung hak dasar masyarakat atas makanan yang layak dan sehat sambil berupaya mengurangi jumlah makanan yang terbuang.
Garda Pangan mengorganisir tim relawan dan bekerja sama dengan berbagai restoran dan hotel untuk mengumpulkan kelebihan makanan setiap hari, memastikan makanan didistribusikan dengan cepat dan aman kepada orang-orang yang membutuhkan.
Selain mendistribusikan kelebihan pangan, Garda Pangan juga berinovasi dalam mengatasi sisa makanan yang tidak layak dikonsumsi manusia. Dengan menggunakan teknologi biokonversi BSF (Black Soldier Fly), mereka mengubah sisa makanan menjadi pakan ternak yang bergizi.
Teknologi biokonversi ini melibatkan larva lalat BSF yang mampu menguraikan bahan organik dengan cepat, sehingga sisa makanan yang tidak dapat dicerna tidak berakhir di tempat pembuangan sampah, namun berubah menjadi produk yang bermanfaat.
Langkah ini terbukti mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 533.900 kg, karena daur ulang lebih efisien dan lebih aman bagi lingkungan dibandingkan membusuk di tempat pembuangan sampah, yang menghasilkan metana, gas rumah kaca yang berbahaya.
Garda Pangan juga aktif dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan dampak limbah makanan terhadap lingkungan. Mereka sering mengadakan kampanye pendidikan yang melibatkan berbagai lapisan masyarakat dan lembaga pendidikan, dengan harapan lebih banyak orang akan memahami pentingnya memerangi sampah makanan dan menghargai makanan.
Melalui pelatihan, workshop dan program edukasi, Garda Pangan mengajak masyarakat untuk menjadi bagian dari solusi pengurangan kehilangan dan pemborosan pangan yang seringkali dianggap sepele, namun berdampak besar terhadap lingkungan dan pertunjukan rahasia keamanan pangan.
Lebih dari 1.500 relawan mengikuti berbagai kegiatan Garda Pangan untuk membantu mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendaur ulang sampah makanan. Garda Pangan juga aktif menjalin kemitraan dengan perusahaan, universitas, pemerintah dan berbagai organisasi lainnya untuk memperluas cakupan programnya.
Kemitraan ini mencakup dukungan logistik, pendanaan, serta program khusus yang memungkinkan Garda Pangan terus berkembang dan menjangkau lebih banyak penerima manfaat.
Garda Pangan memiliki visi besar untuk mewujudkan Indonesia bebas sampah makanan, dan berupaya memberikan dampak jangka panjang bagi masyarakat dan lingkungan. Mereka percaya bahwa ketahanan pangan dan kelestarian lingkungan dapat dicapai melalui kolaborasi, pendidikan, dan inovasi. Atas inisiatifnya tersebut, Kevin Gani menerima Penghargaan Satu Indonesia 2024.
Inisiatif ini tidak hanya memberikan manfaat langsung bagi masyarakat kurang mampu, namun juga memperkenalkan model pengelolaan sampah yang berkelanjutan dan fleksibel yang dapat diterapkan di berbagai daerah. Garda Pangan terus menjadi inspirasi bagi gerakan sosial lainnya di Indonesia dan menunjukkan bahwa setiap langkah kecil dalam pengelolaan sampah makanan dapat memberikan dampak besar dalam menjaga lingkungan dan mendukung kesejahteraan masyarakat.