JAKARTA, ditphat.net – Harga tiket pesawat di Indonesia menjadi perhatian masyarakat yang merasa terbebani dengan masih tingginya biaya transportasi udara. Sebagai negara kepulauan, transportasi udara memegang peranan penting dalam mendukung mobilitas antar daerah. Konektivitas udara yang baik diyakini dapat memperkuat perekonomian negara, pendidikan, dan sektor lainnya.
Transportasi udara seringkali menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia karena menawarkan kecepatan dan efisiensi perjalanan antar daerah. Namun keluhan utama masyarakat adalah kenaikan harga tiket pesawat. Menanggapi hal tersebut, Vidya Leksmanawati Habibie, Direktur Eksekutif Habibie Institute of Public Policy and Governance (HIPPG) mengatakan banyak yang mengeluhkan harga tiket pesawat yang dinilai terlalu mahal. Gulir terus, oke?
“HIPPG juga mengadakan focus group Discussion (FGD) untuk memahami permasalahan tingginya harga tiket angkutan Indonesia. FGD ini dihadiri oleh para pemangku kepentingan transportasi udara Indonesia,” kata Vidya seperti dikutip pada Minggu, 15 September 2024.
FGD tersebut dihadiri oleh beberapa pemimpin penting di industri penerbangan seperti Kapten Daniel Putut Kuncoro Adi, Presiden Direktur Lion Group, Indonesia Affairs and Policy Head AirAsia Indonesia Eddy Krismeidi Soemavilaga, VP Aviation Fuel Business Pertamina Patra Niaga Yosep Iswadi. , serta pakar transportasi dan pemangku kepentingan lainnya.
Salah satu poin penting yang mengemuka dalam diskusi adalah istilah “mahal”. Sekretaris Jenderal INACA, Budi Sutanto menjelaskan, istilah “mahal” harus dipahami dalam konteks tertentu. Tiket dianggap kemahalan jika tarif melebihi batas yang ditetapkan pemerintah.
Berdasarkan hasil diskusi, disimpulkan bahwa harga tiket pesawat dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari harga bahan bakar jet hingga kebijakan pemerintah yang berkontribusi terhadap ekonomi biaya tinggi di sektor penerbangan. Berikut beberapa faktor yang menyebabkan tingginya harga tiket pesawat di Indonesia:
1. Pajak
PPN (pajak pertambahan nilai) atas harga bahan bakar jet dan PPN atas pembelian tiket pesawat menambah beban konsumen.
2. Biaya Layanan Penumpang (PSC)
Biaya layanan penumpang yang dipungut oleh Dewan Manajemen Bandara (PSC) juga merupakan salah satu faktornya. Biaya PSC di bandara-bandara Indonesia relatif tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.
3. Bea masuk atas suku cadang pesawat udara
Bea masuk yang lebih tinggi atas suku cadang pesawat juga berkontribusi pada peningkatan biaya operasional maskapai yang dibebankan kepada konsumen.
4. Peraturan yang rumit
Beberapa regulasi dinilai kurang efisien dalam pengelolaan penerbangan, antara lain penetapan harga tiket hanya berdasarkan jarak penerbangan tanpa mempertimbangkan waktu penerbangan.
5. Sistem navigasi
Sistem navigasi bandara juga mempengaruhi biaya operasional penerbangan yang pada akhirnya mempengaruhi harga tiket.
6. Jumlah Biaya
Data INACA menunjukkan, berbagai pungutan yang dilakukan pemerintah bisa mencapai hingga 30% dari total harga tiket yang dibayarkan penumpang.
7. Kurangnya rencana penerbangan jangka panjang
Pemerintah dinilai belum memiliki rencana jangka panjang yang jelas untuk pengembangan industri penerbangan. Menjadikan penerbangan sebagai proyek strategis nasional memerlukan kebijakan berbasis data (evidence based policy) yang melibatkan kementerian, industri penerbangan, dan pemangku kepentingan lainnya.
8. Komunikasi massa yang kurang efektif
Selain itu, strategi komunikasi publik yang baik juga diperlukan untuk memastikan masyarakat mendapatkan informasi yang akurat mengenai kebijakan harga tiket, agar tidak terpengaruh oleh opini yang tidak didukung data.
“Sebagai tindak lanjut dari FGD ini, HIPPG akan memberikan rekomendasi kepada pemerintah sebagai pengambil kebijakan untuk mengkaji ulang kebijakan terkait harga tiket pesawat di Indonesia agar transportasi udara lebih efisien dan terjangkau oleh masyarakat,” tutup Vidya Lakshmanawati Habibi. .