Raditya Arief, Mahasiswa Tunanetra Lulus Cumlaude UI dengan IPK 3,85

Depok – Raditia Arief Putrasetiavan mampu membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukanlah halangan untuk mencapai impian. Terlahir buta, Radit berhasil menyelesaikan studi sarjananya di Universitas Indonesia (UI).

Ia meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sebesar 3,84 dalam waktu 3,5 tahun di Program Studi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya (FIB).

Raditt mengatakan, prestasi yang diraihnya tidak lepas dari dukungan sistem di sekitarnya. Keluarga, kampus, dan teman merupakan pihak yang paling besar pengaruhnya terhadap keberhasilan pendidikannya. Kendala dalam proses pembelajaran akan selalu ada, apalagi bagi saya yang tunanetra.

“Berkat dukungan sistem yang baik, guru dan teman-teman yang banyak membantu, kendala tersebut dapat diatasi,” ujarnya pada Selasa, 5 Maret 2024.

Menurutnya, perkembangan teknologi digital saat ini memudahkan akses terhadap bahan ajar karena bahan ajar dalam bentuk teks dapat diubah menjadi audio.

Tentu saja hal ini membuat waktu membaca menjadi lebih mudah bagi teman-teman tunanetra. Selain itu, banyaknya e-book dan artikel di berbagai jurnal yang tersedia di perpustakaan juga membantunya dalam menyelesaikan tugas kuliah dan meneliti tugas akhir.

Dalam penelitiannya, Radit menyinggung topik minat dan motivasi penyandang tunanetra dalam belajar bahasa Arab. Menurutnya, saat ini semakin banyak penyandang tunanetra yang tertarik dengan bahasa, karena mereka melihat peran penting bahasa, terutama sebagai keuntungan dalam mencari lapangan kerja.

Bahasa Arab banyak diminati, katanya, karena keindahan strukturnya dan keunikan bahasanya. Selain itu, adanya keinginan yang kuat bagi umat Islam tunanetra untuk dapat membaca, menghafal dan memahami Al-Quran langsung dari sumbernya.

Meski begitu, masih ada sobat tunanetra yang takut untuk melanjutkan pendidikan umum, karena merasa banyak hambatan akses belajar bagi penyandang disabilitas. Ketakutan tersebut akhirnya terhapuskan dengan keberhasilan Radit yang membuktikan bahwa penyandang disabilitas mampu bersaing dan menang. Kesuksesannya menimbulkan rasa haru dan bangga pada ibundanya yang mendampinginya saat acara wisuda.

Nira, orang tua Radit menceritakan bagaimana perjuangan anaknya untuk melanjutkan pendidikan formal. Banyak perjuangan yang telah dilakukan untuk mencapai titik ini. Dari dia sampai dia mencoba. “Saya terus bilang, bisa. Alhamdulillah dia mau coba,” kata Nira.

Radit sangat menyukai mata pelajaran matematika dan fisika. Namun, sejak ia duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA), mimpinya terhenti. Kondisi fisiknya tidak memungkinkan ia melanjutkan studi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Namun Radit tak putus asa. Masih menambahkan catatan di thread sosial, sehingga bisa login ke UI melalui panggilan SNMPTN. 

Dengan raihan prestasi tersebut, Nira berharap anaknya mampu mewujudkan cita-citanya. Ia juga berharap akses pendidikan dan pekerjaan di Indonesia semakin terbuka bagi penyandang disabilitas, sehingga mereka tidak perlu pergi ke luar negeri untuk mendapatkannya.

“Saya yakin masih banyak anak-anak penyandang disabilitas yang juga berbakat dan bisa bersaing di bidang apa pun asalkan diberi kesempatan yang sama untuk berkembang,” tutupnya.

By ditphat

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *