
Jakarta, VIVA – Akademisi Renaldo Kasali turut mengomentari ulah Gus Miftah yang mengolok-olok penjual es teh dalam acara ceramah yang digelar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Rabu, 20 November 2024.
Baca Juga : Viral Tukang Bakso Ini Ditabrak oleh Mobil Sampai Mental dan Gerobak Hancur, Pelaku Ganti Rugi Cuma Rp7 Juta
Penulis buku “Gangguan” itu tampak sangat marah setelah melihat video viral Mifta yang menghina dan mempermalukan penjual es teh di depan umum.
“Lebih baik jadi penjual es teh dari pada menjual agama,” kata Renaldo Casali melalui akun Instagram miliknya, seperti difoto VIVA pada Jumat, 6 Desember 2024.
Renaldo yakin hal itu bisa terjadi karena gelar tokoh agama seperti gas, kiai, ustaz, dan pendeta bisa didapatkan dengan sangat mudah tanpa perlu pendidikan yang memadai.
“Ini yang sekarang jadi persoalan bagi orang-orang yang bisa beragama, baik itu pendeta, ustaz, kiai, atau tokoh masyarakat lainnya, meski tidak mengenyam pendidikan yang layak. Itu yang jadi masalah,” ujarnya.
Guru Besar Ilmu Manajemen Universitas Indonesia (UI) ini mengatakan, untuk menjadi seorang ustaz atau pendeta harus melalui masa pendidikan yang panjang hingga puluhan tahun. Saat ini, kata dia, seseorang yang berperan sebagai Ustaz di sinetron pun bisa menjadi Ustaz sejati di dunia nyata.
Renaldo Casali pun tampak sedih melihat segerombolan umat beragama di atas panggung tertawa setelah Mifta menghina penjual es teh tersebut. Selanjutnya, ia mempertanyakan moralitas umat beragama.
Baca Juga : Viral! TikToker Ini Pesen 5 Porsi Bakso, Ngaku Gak Enak dan Minta Gratisan
“Saya melihat empat orang tertawa terbahak-bahak. Ini hikmahnya ketika menertawakan Manusia Es. Padahal kalau dipikir-pikir, agama sebenarnya mengajarkan perlindungan kepada rakyat kecil, dan kepada rakyat kaya dengan orang-orang yang membutuhkan,” katanya.
Renaldo Casali berharap masyarakat Indonesia mencontoh Korea Selatan dan Jepang dengan memboikot tokoh-tokoh tersebut saat tampil di depan umum.
“Di Korea Selatan dan Jepang, orang yang melakukan kesalahan tidak akan kembali lagi meskipun mereka telah meminta maaf.” “Jika TV tidak ingin mengundang mereka, produser program juga tidak ingin mengundang mereka,’ ‘ katanya.
“Kalau kita politisasi, maka partai politik akan dieksploitasi karena mempunyai basis publik yang besar. Coba pikirkan lagi angka-angka seperti ini, apakah layak untuk dikedepankan kepada rakyat?”