Tabalong, ditphat.net – Zakat merupakan salah satu instrumen utama ekonomi syariah yang mempunyai potensi besar untuk mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi. Sebagai kewajiban bagi umat Islam, zakat tidak hanya sekedar ibadah, namun juga sebagai cara mensucikan harta dan mendistribusikan harta secara merata. Dengan pengelolaan yang tepat, zakat dapat menjadi solusi nyata dalam meningkatkan kesejahteraan sosial dan menumbuhkan kemandirian ekonomi masyarakat kurang mampu.
Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia mempunyai potensi zakat yang besar. Menurut statistik Badan Amil Zakat Nasional (BAJNAS), potensi zakat di Indonesia pada tahun 2023 diperkirakan mencapai lebih dari Rp 300 triliun per tahun. Jumlah tersebut berasal dari berbagai jenis zakat, seperti zakat mal (kekayaan), zakat fitrah, zakat perdagangan, dan zakat profesi.
Namun perlu diperhatikan kesenjangan yang besar antara potensi dan realisasi zakat yang dihimpun. Meskipun potensi zakat sangat besar, namun peluang terhimpunnya zakat masih jauh lebih rendah dibandingkan potensinya. Pada tahun 2022 misalnya, pengumpulan zakat saja akan mencapai Rp 24 triliun. Artinya, masih ada peluang besar untuk mengoptimalkan pengelolaan zakat agar manfaatnya maksimal.
Zakat memegang peranan penting dalam upaya pengentasan kemiskinan. Pengumpulan zakat yang optimal dan penyalurannya yang tepat sasaran dapat memberikan bantuan langsung kepada kelompok masyarakat yang paling membutuhkan. Misalnya, zakat disalurkan langsung kepada penerima manfaat (mustak), seperti fakir miskin, anak yatim, dan kelompok kurang mampu. Ini membantu mereka memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, pakaian, perumahan dan biaya pendidikan.
Zakat juga dapat digunakan untuk memberikan modal usaha atau melatih masyarakat kurang mampu. Hal ini memungkinkan Mushtaq untuk memulai usaha kecil-kecilan yang dapat membantu mereka keluar dari perangkap kemiskinan. Banyak program pendidikan yang juga dapat didukung melalui Zakat, seperti pemberian beasiswa bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Dengan meningkatkan akses terhadap pendidikan, Zakat berperan dalam menciptakan generasi yang lebih mandiri dan kompetitif.
Optimalisasi potensi yang sangat besar tersebut diupayakan oleh seorang pemuda bernama Zulrifan Noor asal Tabalong, Kalimantan Selatan, yang beberapa tahun lalu terpacu untuk membantu masyarakatnya bertahan dalam kondisi perekonomian yang sulit di masa pandemi Covid-19. Ia mempelopori program pemberdayaan melalui koperasi bernama Baitulmal Wakaf Indonesia (BWI).
Berbeda dengan koperasi atau organisasi sosial lainnya, BWI menerapkan pendekatan yang unik dan berkelanjutan. Program tersebut tidak hanya mengandalkan donasi langsung kepada masyarakat, namun mengedepankan konsep Infaq, Zakat dan wakaf produktif. Dalam konsep ini, uang yang terkumpul tidak dibagikan seluruhnya kepada penerima manfaat, namun digunakan untuk pemberdayaan masyarakat lokal.
Misalnya, BWI melibatkan UMKM lokal dalam penyediaan barang donasi seperti masker, taqjil, dan beras. Oleh karena itu, alih-alih menyalurkan bantuan dalam bentuk barang, BWI memberikan peluang bagi UMKM lokal untuk tetap menghasilkan pendapatan meski di tengah pandemi.
Dengan cara ini, tidak hanya penerima Zakat saja, tetapi juga produsen barang yang diwakafkan mendapat keuntungan finansial. Langkah ini tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan darurat, tetapi juga memperkuat roda perekonomian daerah yang saat ini sedang terpuruk.
Selain meningkatkan perekonomian masyarakat melalui UMKM, BWI juga memberikan perhatian khusus terhadap permasalahan utang rentenir yang banyak membebani warga Tabalong. Diperkirakan sekitar 80% masyarakat di Tabalong terlilit hutang dengan tingkat bunga yang tinggi sehingga sangat sulit untuk keluar dari lingkaran kemiskinan. Melalui dana zakat yang terkumpul, BWI membuat program khusus untuk melunasi utang-utang mustak (penerima zakat) yang sudah lama terlibat dalam perampasan kekuasaan.
Namun upaya BWI tidak berhenti pada pelunasan utang tersebut. Untuk memastikan masyarakat yang dibantunya tidak terjerumus lagi ke dalam perangkap SAARC, BWI telah membuat perjanjian tertulis dengan Mushtaq. Kesepakatan ini bertujuan untuk mendidik mereka dan membantu mereka mencapai pola keuangan yang sehat.
Selain itu, mereka juga diberikan pelatihan dan dukungan untuk mengembangkan usaha kecil. Dengan memiliki usaha yang stabil, diharapkan mereka dapat mencapai kemandirian finansial.
Sejak wabah ini merebak, BWI telah memberikan dukungan yang signifikan kepada warga Tabalong yang terkena dampak. Mereka menyumbangkan sekitar 1 ton beras dan uang tunai sebesar Rp 55 juta yang dibagikan kepada 300 warga miskin yang merasakan dampak finansial dari Covid-19. Di antara ratusan penerima bantuan, terdapat sekitar 15 orang yang kini benar-benar terbebas dari jeratan pemberi pinjaman dan sudah memiliki usaha yang stabil, berkat bimbingan dan dukungan intensif dari BWI.
Keberhasilan ini membuktikan bahwa konsep Zakat Produktif dan Wakaf Produktif yang diterapkan BWI mampu memberikan dampak berkelanjutan. BWI tidak hanya memberikan bantuan sementara, namun juga mendorong para penerima Zakat untuk mengelola bantuan yang diterimanya secara produktif, sehingga dapat tetap mandiri di kemudian hari.
Keberhasilan BWI dalam memberdayakan warga Tabalong menunjukkan bahwa jika dikelola dengan baik, zakat produktif dapat memberikan dampak yang jauh lebih luas. Program ini menjadi inspirasi untuk menerapkan konsep serupa di daerah lain, mengoptimalkan kapasitas Zakat, Infaq dan Wakaf untuk kesejahteraan umat. Atas inisiatifnya tersebut, Zulrifan Noor dianugerahi penghargaan bergengsi Satu Indonesia Award pada tahun 2020.