Guru besar UI Rekomendasikan Konsep Penthahelix Plus Untuk Menurunkan Angka Kemiskinan di Indonesia

Depok, ditphat.net – Guru Besar Bidang Kesejahteraan Sosial dan Pengentasan Kemiskinan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia, Prof. Dra F Fentiny Nugroho, MA, PhD merekomendasikan konsep Penthahelix Plus untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia.

Dilaporkan Januari 2024, Profesor Fentiny Nugroho mengatakan dalam pernyataannya bahwa kemiskinan merupakan tantangan bagi Indonesia dalam perjalanannya mencapai Visi Indonesia Emas 2045 dan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). sasaran.

Ia merekomendasikan agar hal tersebut diterapkan dalam pengentasan kemiskinan sebagai dampak dari kebijakan global (kebijakan perdagangan bebas), tidak hanya Pentahelix tetapi Pentahelix Plus.

“Penthahelix Plus akan memperkuat Indonesia untuk mendapatkan manfaat dari perdagangan bebas, dan semoga kedepannya angka kemiskinan kita dapat menurun hingga mencapai angka ‘tidak ada kemiskinan’ yang sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan,” ujarnya.

Ia melanjutkan, permasalahan kemiskinan bersifat “multifaceted”, yang umum terjadi di berbagai negara namun memiliki kompleksitas yang berbeda-beda.

Di negara-negara maju, kemiskinan hanya berdampak pada sebagian kecil masyarakat, sedangkan di negara-negara berkembang angka kemiskinan sangat besar, seringkali mempengaruhi hampir separuh atau lebih penduduk.

Profesor Fentiny mengatakan kemiskinan semakin menjadi perhatian dengan adanya kebijakan global seperti perdagangan bebas. Politik global ini sudah menjadi fenomena umum di seluruh dunia.

Banyak pihak yang optimis bahwa perdagangan bebas akan membawa kemakmuran, namun banyak pula yang menyadari bahwa perdagangan bebas dapat menciptakan kemiskinan, terutama bagi kelompok marginal di negara-negara berkembang, apalagi negara-negara berkembang belum siap memasuki era perdagangan bebas yang sangat kompetitif.

Ia menambahkan, perdagangan bebas dapat berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara maju, namun negara-negara berkembang memiliki keterbatasan dalam hal sumber daya manusia dan keuangan untuk mempraktikkan perdagangan bebas dengan cara yang tepat.

Untuk menganalisis hal tersebut, meminimalisir dampak negatif perdagangan bebas sangat penting bagi negara berkembang, khususnya Indonesia.

Tak hanya teori, Profesor Fentiny juga menggunakan studi kasus untuk menggambarkan kemiskinan dan perdagangan bebas terkait impor barang dan bahan baku yang membanjiri Indonesia.

Pasokan pangan impor ini meningkatkan harga pangan, seperti apel dan kentang. Pada akhirnya, perdagangan bebas yang diharapkan menjadi kebijakan yang tepat untuk meningkatkan perekonomian, tercipta dengan kenyataan di lapangan.

Selain itu, isu perdagangan bebas merupakan permasalahan kolektif yang saat ini menjadi isu global, termasuk isu hak asasi manusia (HAM) generasi ketiga.

Profesor Fentiny mengatakan jika masyarakat menjadi lebih miskin karena perdagangan bebas karena tidak siap bersaing secara global, maka ini merupakan pelanggaran HAM generasi ketiga.

Karena semua persoalan terkait kemiskinan, HAM, dan perdagangan bebas saling berkaitan, ia menawarkan kerja sama Pentahelix sebagai solusi atas dampak negatif perdagangan bebas di Indonesia.

Menurutnya, pembentukan komite nasional yang fokus menangani permasalahan perdagangan bebas sangat diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan perdagangan bebas, dan dapat menangani permasalahan tersebut secara internal, misalnya terkait produk ekspor, dan secara eksternal terkait dengan barang impor. Produk, serta memantau implementasi kebijakan dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), agar Indonesia tidak merugikan aspek perekonomian.

Komite nasional ini juga diharapkan menggunakan strategi pembangunan sosial yang memiliki tiga aspek yaitu individu, masyarakat dan pemerintah. Strategi ini juga dapat diterapkan pada lima pilar, yaitu pemerintah, peneliti, dunia usaha, masyarakat, dan media.

Dalam melaksanakan tugasnya, Komite Nasional harus melaksanakan tugasnya secara komprehensif, termasuk pengembangan keterampilan individu, ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan hidup.

By ditphat

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *