Pekalongan, ditphat.net – Rumah Batik TBIG merupakan bagian dari inisiatif CSR infrastruktur PT Tower Bersama Tbk dari pilar budaya Bangun Budaya Bersama, salah satu dari empat pilar CSR termasuk Bangun Sehat Bersama, (Kesehatan), Bangun Cerdas Bersama (Pendidikan). , membangun kehijauan bersama (environment) dan membangun budaya bersama (culture).
Program ini telah berjalan selama lebih dari satu dekade dan dirancang sebagai program pengembangan masyarakat yang komprehensif dan berkelanjutan. Mari kita lanjutkan menelusuri artikel lengkapnya di bawah ini.
Program Rumah Batik tidak hanya memberikan keterampilan dan keahlian dalam membatik, tetapi juga memberikan kemampuan bisnis dan pendampingan pada koperasi yang didukung, membantu akses permodalan dan mendistribusikan barang-barang hasil produksi para mantan mahasiswa batik mikro dan pengusaha produk Pekalongan.
Koperasi terafiliasi ini bertindak sebagai wali dengan memberikan pembayaran tunai tertentu kepada pengrajin. Program Rumah Batik juga memasukkan isu lingkungan ke dalam kurikulumnya.
Siswa Rumah Batik diajarkan tentang proses produksi ramah lingkungan dengan memasukkan pewarna alami dan pengelolaan limbah pewarna ke dalam kurikulum.
Dengan demikian, program ini tidak hanya melestarikan warisan budaya yang berharga, tetapi juga melatih generasi perajin baru yang dibekali metode produksi berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Tema besar CSR TBIG adalah “Bersama untuk Indonesia”.
Tema ini dicapai melalui keterlibatan pemangku kepentingan di lokasi sasaran, termasuk siswa batik formal, staf pengajar, tokoh masyarakat dan lembaga pendidikan formal mulai dari sekolah dasar hingga universitas.
“TBIG memandang batik sebagai bagian dari jati diri bangsa Indonesia. Di sisi lain, industri batik juga melibatkan masyarakat luas. Floor Business Support Manager PT Tower Bersama Infrastructure Tbk Lie Si An mengatakan: “Melihat kancah ekonomi ekonomi ini, sosial dan aspek budaya, batik TBIG Memutuskan untuk berpartisipasi dan berkontribusi pada upaya konservasi dan pembangunan.
“Kami meyakini konsistensi dan kedisiplinan pelaksanaan menjadi kunci suksesnya program kepedulian sosial. Untuk menjaga kelestarian batik, program ini menyasar generasi muda,” jelas Lie.
Ia menambahkan: “Melalui Rumah Batik TBIG, kami ingin menginspirasi minat generasi muda terhadap budaya batik, sekaligus membekali mereka dengan keterampilan yang dapat mereka gunakan untuk menciptakan kemandirian ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup mereka”.
Kemandirian ekonomi merupakan tujuan penting yang harus dicapai terlebih dahulu agar program konservasi produk budaya dapat berhasil. Oleh karena itu, kemandirian ekonomi menjadi salah satu misi yang diusung Rumah Batik TBIG.
Saat merencanakan dan melaksanakan inisiatif CSR, harus ada pemahaman yang tepat tentang konteks sosial di masyarakat yang menjadi sasaran pelaksanaan program.
CSR TBIG menerapkan konsep penciptaan nilai bersama untuk menciptakan nilai signifikan atas program yang dilaksanakannya.
Pemetaan pemangku kepentingan dan kebutuhannya dapat dilakukan secara efektif melalui konsep ini. Oleh karena itu, fungsi program dapat dijalankan secara efisien.
Sejalan dengan konsep menciptakan nilai bersama, Rumah Batik hadir untuk membantu pengusaha mikro batik menghadapi tantangan bisnis.
Sejak didirikan pada tahun 2014, Rumah Batik TBIG telah melatih ratusan pelajar dan sukses membuka usaha batik mandiri. Tahun ini Rumah Batik TBIG menyelenggarakan wisuda ke-5 dengan jumlah peserta sebanyak 32 orang yang terdiri dari 20 orang siswa reguler A dan 12 siswa reguler B (disabilitas).
Pada wisuda kali ini, setiap wisudawan akan menjelaskan rencana kerja yang akan mereka jalani setelah lulus dari Rumah Batik TBIG.
Rumah Batik TBIG diharapkan dapat menjadi mitra pemerintah dan daerah untuk mendukung dan mengembangkan industri berbasis budaya serta memastikan karya seni tersebut tetap hidup untuk generasi mendatang.