Laporan CrowdStrike Mengungkap Risiko Keamanan Sistem Operasi Asing

Jakarta, ditphat.net – Pada 19 Juli 2024, Blue Screen of Death (BSOD) yang fatal menyebabkan sekitar 8,5 juta sistem Windows mogok di seluruh dunia. Peristiwa ini mengakibatkan kerugian sebesar US$500 juta (Rp 7,86 triliun) bagi US Delta Airlines dan lebih dari AU$1 miliar (Rp 10,41 triliun) bagi perusahaan Australia.

Dampak besar juga dirasakan pada transparansi, kesehatan, dan sistem operasional pemerintah Indonesia. Menurut laporan analisis dari CrowdStrike yang dirilis pada 6 Agustus 2024, kesalahan besar pada pembaruan produk sensor Falcon menjadi penyebab utamanya.

Kesalahan ini melibatkan ketidakcocokan antara masukan 21 yang dikirim ke Validator Konten dan masukan 20 yang diberikan ke Penafsir Konten melalui Jenis Templat IPC.

“Masalah ketidakpatuhan yang sederhana dan mendasar ini menunjukkan bahwa jaminan kualitas dan pengujian tidak dilakukan dengan baik,” kata Associate Professor Toby Murray di University of Melbourne.

CrowdStrike, sebuah perusahaan yang melayani militer, pemerintah, dan infrastruktur penting, dikatakan memiliki proses pengujian yang lebih baik.

“Windows BSODs dieksploitasi oleh peretas untuk aktivitas phishing dan jahat. Semua pihak harus waspada dan mengikuti instruksi dari sumber tepercaya,” kata pakar keamanan siber AS, Kenn White.

Dikutip ditphat.net dari keterangan resminya, Jumat 23 Agustus 2024, pakar keamanan siber Indonesia, Alfons Tanujaya, mengingatkan agar pemerintah Indonesia memperkuat kemandirian teknologi keamanan siber dan melibatkan “pemain lokal” untuk meningkatkan keamanan.

Selain itu, pemulihan bencana dan kelangsungan usaha dalam pengelolaan pusat data nasional juga perlu diperhatikan. Ketergantungan pada sistem operasi AS dapat meningkatkan ancaman keamanan siber dan kebocoran data di Indonesia.

By ditphat

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *