
Batavia, ditphat.net – Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) kembali mengingatkan masyarakat, khususnya orang tua, tentang bahaya penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Kepala Unit Koordinasi Penyakit Menular (UKK) IDAI-Tropis, Prof. Dr. Dr. Edi Hartoyo, Sp.A(K), menekankan pentingnya penggunaan antibiotik sesuai indikasi dan resep dokter.
Antibiotik secara khusus diperlukan untuk gejala bakteri, bukan untuk gejala virus atau alergi. Jika infeksi bakteri tidak diobati dengan antibiotik, resistensi akan meningkat sehingga biaya pengobatan pun meningkat,” kata Prof.
Berdasarkan data yang disampaikan dalam seminar tersebut, sebanyak 86,1 persen masyarakat Indonesia dilaporkan menyimpan antibiotik di rumah tanpa resep dokter.
Selain itu, banyak antibiotik yang diresepkan untuk penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti diare atau diare akut. Praktik seperti ini justru berkontribusi terhadap tumbuhnya resistensi antimikroba (AMR).
Prof. Obat batuk dan pilek pada anak yang sering disebabkan oleh virus atau alergi, tidak memerlukan antibiotik. “Sebagian besar pilek yang berlangsung kurang dari seminggu disebabkan oleh virus sehingga tidak diperlukan antibiotik,” jelasnya.
Ia menambahkan, antibiotik hanya boleh diberikan jika gejalanya khas infeksi bakteri, seperti pilek yang berlangsung lebih dari seminggu dengan lendir kental berwarna hijau.
Orang tua seringkali khawatir dan cenderung meminta antibiotik ketika anaknya sakit. Tapi Prof. Edi menegaskan, orang tua bisa mendiskusikan kebutuhan antibiotik dengan dokter, apalagi jika sudah yakin penyakit yang diderita anak bukan disebabkan oleh bakteri.
“Tidak apa-apa menyangkalnya, tapi dokter biasanya punya pertimbangan. “Jika anak terlihat putus asa dan gejalanya menunjukkan infeksi bakteri, antibiotik tetap diperlukan,” ujarnya.
Selain itu Prof. Ed juga menekankan dampak jangka panjang dari penggunaan antibiotik yang tidak tepat. “Jika antibiotik diberikan tanpa indikasi yang tepat, maka kuman yang resisten akan tumbuh dan menyebar, sehingga meningkatkan biaya pengobatan dan risiko kesehatan yang lebih besar,” ujarnya.
Anak yang mengonsumsi antibiotik tanpa indikasi mungkin akan mengalami efek samping seperti muntah, diare, atau reaksi alergi. Jika anak terus mengalami muntah, pemberian antibiotik hanya boleh diulang jika minuman yang diberikan belum terserap seluruhnya, karena 15 persennya belum terserap.
Prof. Edi juga menegaskan, “antibiotik hanya diperlukan jika ada tanda-tanda bakteri, bukan karena tanda virus atau alergi.” Jika bakteri yang bergejala tidak diobati dengan antibiotik yang tepat, resistensi akan meningkat, dan biaya pengobatan akan lebih tinggi.”