Gaza, ditphat.net – Israel Defense Forces (IDF) kembali membunuh pemimpin kelompok perlawanan Hamas Palestina, Yahya Sinwar, pada Kamis 17 Oktober 2024.
Sebelum Sinwar ditemukan, pasukan Israel terlebih dahulu melakukan operasi di kawasan Tal El Sultan, Gaza Selatan pada Rabu, 16 Oktober 2024.
Saat penggeledahan hari itu, Israel melihat tiga tentara Hamas bergerak di antara gedung. Israel kemudian melepaskan tembakan hingga terjadi baku tembak.
Dalam keadaan putus asa, Sinwar melarikan diri ke dalam gedung yang hancur. Israel kemudian menembakkan peluru tank ke gedung tersebut.
Keesokan harinya, Israel merilis rekaman drone mengenai gedung tersebut. Dalam video tersebut, terlihat pria diduga Yahya Sinwar duduk di kursi dengan luka dan wajahnya ditutupi syal.
Meski dalam kondisi melemah, Yahya Sinwar masih terlihat berusaha memberikan perlawanan dengan melemparkan tongkat ke arah drone yang melayang di dekatnya.
Film tersebut menjadi bukti bahwa Sinwar tidak bersembunyi di terowongan bawah tanah, atau bersembunyi di antara warga sipil, namun ia berada tepat di garis konflik dengan Israel, mengenakan rompi tempur dan AK di sisinya.
Kematian Yahya Sinwar meninggalkan kekosongan di puncak Hamas dan menimbulkan pertanyaan siapa yang akan menggantikannya.
Berikut sejumlah tokoh yang berpotensi menggantikan Yahya Sinwar sebagai pemimpin tertinggi Hamas berdasarkan pemberitaan media Amerika, The Hill, Jumat, 18 Oktober 2024.1. Muhammad Sinwar
Mohammed Siwar adalah saudara laki-laki Yahya Sinwar yang telah lama menjadi pemimpin salah satu sayap militer Hamas. Mirip dengan Yahya Sinwar, Mohammed juga dikenal sebagai sosok yang keras terhadap Israel.
Meski jarang tampil di depan umum, Mohammed punya peran penting dalam operasi militer Hamas dan kerap lolos dari berbagai upaya pembunuhan yang dilakukan Israel.2. Khalil al-Hayya
Khalil al-Hayya adalah anggota senior pusat politik Hamas di Qatar dan telah memainkan peran penting dalam perundingan gencatan senjata di masa lalu. Ia dipandang sebagai sosok yang pragmatis, terutama jika Hamas ingin melakukan negosiasi untuk mengakhiri perang yang sedang terjadi di Gaza.
Dengan pengalamannya dalam negosiasi gencatan senjata pada tahun 2014, Al-Hayya menunjukkan kemampuannya untuk berpartisipasi dalam negosiasi tingkat tinggi. Kepemimpinannya bisa membuka jalan bagi pendekatan yang lebih diplomatis terhadap Hamas.
Al-Hayya selamat dari serangan udara Israel pada tahun 2007 yang menewaskan keluarganya. Keterampilan politiknya, serta kontak internasionalnya di Doha, menjadikannya sosok yang dapat diandalkan dalam negosiasi gencatan senjata antara Israel dan Hamas.3. Khaled Mashal
Khaled Mashal memimpin Hamas selama lebih dari satu dekade pada 2006 hingga 2017. Namun, ia tidak dianggap sebagai kandidat kuat pengganti Yahya Sinwar karena putusnya hubungannya dengan Iran setelah mendukung pemberontakan melawan Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Mashal, yang kini tinggal di Qatar, selamat dari upaya pembunuhan pada akhir tahun 1990an. Dalam sebuah wawancara baru-baru ini, ia menekankan bahwa kehilangan pemimpin adalah hal biasa bagi Hamas, namun kelompok tersebut selalu bangkit kembali.
Menurut Mashal, sejarah perjuangan Palestina terdiri dari siklus, dimana mereka kehilangan pemimpin dan kekuatan militer, namun selalu mampu bangkit kembali seperti burung phoenix.4. Mousa Abu Marzouk
Mousa Abu Marzouk merupakan salah satu pendiri cabang Ikhwanul Muslimin di Palestina yang kemudian berkembang menjadi Hamas. Pada tahun 1990-an, ketika menjabat sebagai kepala kantor politik Hamas, ia dituduh oleh Israel mendanai dan membantu merencanakan serangan teroris. Tuduhan ini dikemukakan dalam laporan New York Times.
Setelah menghabiskan hampir dua tahun di penjara Manhattan pada tahun 1990an, Abu Marzouk setuju untuk melepaskan status penduduk tetap AS dan tidak mengajukan keberatan atas tuduhan terkait terorisme. Dia kemudian dideportasi ke Yordania.5. Mahmoud al-Zahar
Mahmoud al-Zahar merupakan salah satu pendiri dan anggota senior Hamas yang dikenal memiliki pandangan garis keras dan konservatif, bahkan di dalam Hamas sendiri. Ia terpilih menjadi anggota Dewan Legislatif Palestina (PLC) pada tahun 2006 dan diangkat menjadi menteri luar negeri pertama setelah kemenangan Hamas dalam pemilu.
Al-Zahar selamat dari dua upaya pembunuhan yang dilakukan Israel, masing-masing pada tahun 1992 dan 2003. Sejak penyerangan pada 7 Oktober, dia belum membuat pernyataan atau tampil di depan umum.
Sebelum terlibat aktif di Hamas, al-Zahar bekerja sebagai dokter di Gaza dan mendirikan badan amal medis untuk membantu masyarakat setempat.