Jakarta, ditphat.net – Saat ini Indonesia sedang memasuki tahap penuaan populasi, yaitu peningkatan angka penduduk lanjut usia. Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia tahun 2023, setidaknya 12 persen penduduk Indonesia atau 29 juta jiwa merupakan lansia.
Jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia diperkirakan akan meningkat pada tahun 2050. Profesor Dr. Sri Moertiningsih Adioetomo, PhD mengungkapkan, populasi lansia di Indonesia diperkirakan mencapai 20 persen pada tahun 2050 atau sekitar 50 juta lansia.
Seiring dengan meningkatnya populasi lansia di Indonesia, hal ini menjadi perhatian khusus. Pasalnya, seiring bertambahnya usia, lansia akan mengalami penurunan kapasitas fungsional yang diperparah dengan penyakit tidak menular akibat pola hidup tidak sehat sejak masa kanak-kanak.
Mau tidak mau mengecil, telinga tak lagi mendengar, suka lupa dan lain sebagainya. Tidak bisa dikatakan pola hidup tidak sehat itu merokok, tidak olah raga, tidak aktif, makan makanan tidak sehat. Nanti yang menderita adalah lansia. dari stroke, diabetes, jantung, jika cacat karena penyakit jantung koroner,” kata Profesor Sri di Lembaga Demografi FEB UI: Aktif Tahun 2045 di Hotel Pullman, dan. Generasi Perak Sejahtera, Jakarta Pusat, Jumat, 30 Agustus 2024.
Hal ini menciptakan kebutuhan akan perawatan jangka panjang (LTC), yang dapat menjadi beban besar bagi keluarga dan pemerintah. Biaya LTC meliputi biaya medis, biaya non medis, biaya keperawatan dan biaya sosial lainnya.
Melihat hal tersebut, Sri Moertiningsih mengidentifikasi beberapa alternatif pembiayaan untuk pembiayaan LTC, seperti sistem asuransi sosial, sistem pengembalian pajak perlindungan universal, dan pajak jaring pengaman.
“Di beberapa negara, kebijakan LTC tidak selalu mencakup cakupan asuransi kesehatan universal, sehingga negara seperti Jepang dan Korea telah mengembangkan skema asuransi sosial khusus untuk kebutuhan ini. Contoh lainnya adalah Jerman, dimana pelanggan LTC menyumbang 21,4 persen dari total pengeluaran. Jepang kontribusinya mencapai 10 persen,” ujarnya.